Internasional, gemasulawesi – Penjajah Israel diketahui menentang keberatan dunia internasional dengan mengirimkan tank dan melakukan apa yang disebut mereka serangan yang ditargetkan dan terbatas di Rafah.
Penjajah Israel juga menyatakan Rafah adalah kota yang menurut mereka adalah rumah untuk batalion terakhir Hamas yang tersisa.
Namun, pihak berwenang Hamas di Rafah menolak deskripsi penjajah Israel mengenai operasi mereka yang ‘terbatas’ di Rafah dan menyebutnya sebagai kebohongan.
Warga dan petugas medis di Rafah menyampaikan serangan penjajah Israel di dekat sebuah masjid pada tanggal 9 Mei 2024, waktu Palestina menewaskan sedikitnya 3 orang dan melukai yang lainnya di lingkungan timur.
Video dari lokasi kejadian menunjukkan menara tergeletak di reruntuhan dan 2 jenazah terbungkus selimut.
Mereka juga mengatakan serangan udara penjajah Israel terhadap 2 rumah di lingkungan Sabra di Rafah menewaskan sedikitnya 12 orang, termasuk dengan wanita dan anak-anak.
Kritikus memperingatkan serangan besar-besaran penjajah Israel di Rafah akan mengakibatkan bencana kemanusiaan dikarenakan lebih dari 1 juta orang berlindung di wilayah itu.
Sementara itu, Inggris, yang merupakan sekutu utama dan pendukung militer tentara penjajah Israel, menggembar-gemborkan bantuan udara yang terbatas dan banyak dikritik di Jalur Gaza karena memiliki dampak yang luar biasa dalam menyelamatkan warga Palestina.
Grant Shapps, Menteri Pertahanan Inggris, menyampaikan dalam sebuah postingan di X, jika militer penjajah Israel menyelesaikan 11 pengiriman bantuan dan memberikan 111 ton bantuan.
Sebelumnya, PBB dan sejumlah organisasi internasional mengatakan satu-satunya cara yang layak untuk memberikan bantuan yang menyelamatkan jiwa kepada warga Palestina di Jalur Gaza adalah dengan melalui penyeberangan darat, yang kini hampir semuanya telah ditutup oleh militer penjajah Israel ketika mereka menyerbu Rafah.
Sementara itu, Hillary Clinton, yang merupakan politisi Amerika Serikat, menyampaikan ribuan mahasiwa dan dosen yang melakukan protes di sejumlah universitas di Amerika Serikat dan dunia mendapatkan informasi yang salah tentang penjajah Israel dan Palestina.
“Propaganda, baik di media sosial atau di ruang kelas, sebenarnya adalah kebalikan dari pendidikan,” ungkapnya. (*/Mey)