Internasional, gemasulawesi – Sejak perang Palestina dimulai di Jalur Gaza, diketahui jika kekerasan juga ikut meningkat di Tepi Barat yang telah lama diduduki oleh penjajah Israel.
Kekerasan tersebut diketahui diterima penduduk Tepi Barat dari tentara penjajah Israel dan juga pemukim penjajah Israel.
Korban jiwa juga banyak berjatuhan di Tepi Barat dimana Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan menyatakan jika pasukan penjajah Israel dalam 15 hari pertama di bulan Januari 2024 telah membunuh sekitar 30 warga Palestina, dengan 7 orang diantaranya adalah anak-anak.
Nour merupakan seorang penduduk Palestina yang berasal dari kota Jenin di Tepi Barat.
Dia mengakui dilahirkan dan dibesarkan di Jenin.
“Saya masih mengingat jelas ketika saya masih kecil dan hampir berusia 6 tahun, terjadi Intifada yang kedua di tahun 2000,” katanya.
Baca Juga:
Dampak Perang yang Tidak Kunjung Berhenti, Gaza Penuh dengan Kekurangan dan Keputusasaan
Dia menambahkan jika saat itu dia, ibunya dan juga tetangganya berdoa bersama-sama karena terjadi banyak penembakan dan juga kehancuran yang mereka saksikan sendiri.
“Apa yang terjadi pada anak-anak Gaza di perang ini benar-benar membawa ingatan saya kembali ke masa-masa itu,” ujarnya.
Nour memberitahu jika setiap meninggalkan rumah, dia harus berdoa untuk keselamatan.
“Dan itu dilakukan setiap waktu, baik di taksi atau saat bersama dengan teman-teman Anda,” jelasnya.
Shadi, yang merupakan mantan tahanan politik, mengakui dia menghabiskan sekitar 23 tahun hidupnya di penjara.
Dia menyatakan baru saja keluar dari penjara penjajah Israel 18 bulan yang lalu.
Baca Juga:
Dialokasikan untuk Gaza, Ini Kenapa Penjajah Israel Dapat Mengontrol Pajak Palestina Setiap Bulannya
“Saya pertama kali masuk penjara saat berumur 13 tahun dan itu merupakan Intifadha pertama,” ucapnya.
Shadi mengakui jika saat di penjara, para tentara penjajah Israel sering memukulinya untuk mengatakan dia melemparkan batu ke arah tentara penjajah Israel seperti yang dituduhkan mereka kepadanya.
Ines, yang merupakan seorang direktur dari Institut Diplomasi Publik Palestina yang tinggal di Ramallah, Tepi Barat, meminta publik dunia untuk melihat anak muda Gaza saat ini.
“Mereka harus pergi dari desanya dan hidup di tengah-tengah perang dengan kekurangan air dan juga makanan,” imbuhnya.
Ines menegaskan bahwa apapun itu, rakyat Palestina akan terus melakukan perlawanan untuk kebebasan yang mereka impikan sejak dulu. (*/Mey)