Internasional, gemasulawesi – Hanya dalam waktu rentang dari bulan Oktober, puluhan ribu orang telah terbunuh di Jalur Gaza dan lebih banyak lagi yang menghadapi resiko penyakit menular, serta kematian akibat pemboman dan serangan darat yang terjadi terus menerus hingga sekarang.
Terdapat juga peningkatan yang mengkhawatirkan dalam kekerasan pemukim Israel dan jumlah pembunuhan oleh pasukan Israel di Tepi Barat yang diduduki.
Sejumlah pakar, yakni Yousef Al Helou, Meena Masooda dan Leah de Haan, mengatakan bahwa melalui penolakan untuk secara terang-terangan menghitung dan berduka atas kematian para kaum lelaki tersebut, kaum laki-laki Palestina diketahui tidak diberi status sipil.
“Kemanusiaan mereka terhapus begitu saja dan mereka digambarkan secara kolektif oleh beberapa orang sebagai orang kulit cokelat yang berbahaya untuk siapa saja dan calon teroris,” kata mereka.
Ketiga pakar tersebut menambahkan jika hal inilah yang pada gilirannya memungkinkan Israel untuk melakukan pembunuhan terhadap warga Palestina.
“Pembunuhan mereka diperbolehkan dengan bebas justru karena mereka adalah warga Palestina dimana status gender dan ras mereka, khususnya sebutan mereka sebagai teroris Hamas, melampaui status sipil yang mereka punya, dan menganggap mereka dapat dibunuh dan tidak dapat disesalkan,” jelas mereka.
Baca Juga:
Gerak Cepat Pencarian, Lebih dari 200 Orang Masih Hilang Akibat Gempa Jepang
Pakar-pakar tersebut kemudian mencontohkan ketika duta besar Israel untuk Inggris, Tzipi Hotovely, yang pernah mengatakan dalam wawancaranya jika semua orang yang meninggal dan bahkan anak laki-laki yang lebih tua umurnya di Jalur Gaza harus dianggap sebagai teroris oleh siapapun atau setidaknya menjadi teroris.
“Demonisasi menyeluruh terhadap kaum laki-laki yang berkulit cokelat, terutama Arab adalah pada dasarnya tidak dapat dipercaya, berbahaya dan juga radikal, sejujurnya bukanlah hal yang baru,” ujar mereka.
Yousef Al Helou, Meena Masooda dan Leah de Haan menegaskan jika naratif-naratif inilah yang saat ini digunakan oleh Israel dan sekutu-sekutunya untuk membenarkan kekerasan genosida di Gaza dan Palestina.
“Ini secara konsisten digunakan untuk membenarkan pembunuhan massal terhadap anak laki-laki dan laki-laki berkulit coklat selama bertahun-tahun,” terang mereka.
Kembali sejumlah pakar tersebut menuturkan jika semua warga Palestina, baik itu laki-laki, perempuan dan anak-anak, harus diberikan ruang untuk berduka atas kehilangan yang mereka alami, menyembuhkan luka yang mereka miliki dan membangun masa depan yang diinginkan untuk diri mereka sendiri.
“Laki-laki dan anak laki-laki Palestina, baik dalam keadaan hidup dan mati, harus diakui secara bermakna,” tegas mereka. (*/Mey)