Surabaya, gemasulawesi - Pelaku teror pembunuhan daring terhadap Nimas Sabella, wanita asal Surabaya, akhirnya berhasil ditangkap oleh Ditreskrimsus, Unit Siber Polda Jawa Timur.
Pelaku ditangkap di rumahnya yang berlokasi di kawasan Jalan Kebraon, Surabaya.
Berdasarkan bukti yang dikumpulkan oleh polisi, pelaku yang diketahui bernama Adi Pradiat tersebut langsung ditahan dan dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Pelaku akan dijerat dengan Undang-Undang ITE untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya," kata seorang juru bicara dari Polda Jawa Timur.
Penangkapan ini dilakukan setelah penyelidikan mendalam oleh Unit Siber Ditreskrimsus Polda Jawa Timur, yang mengumpulkan bukti-bukti dari berbagai sumber termasuk rekaman percakapan dan jejak digital pelaku.
Korban, Nimas Sabella, mengungkapkan bahwa ancaman ini telah menghantuinya selama bertahun-tahun, namun baru sekarang ia merasa cukup berani untuk melapor berkat dukungan yang diterimanya dari masyarakat online.
"Selama bertahun-tahun saya merasa terjebak dan tidak berdaya, namun dukungan dari netizen memberi saya kekuatan untuk melapor," ujar korban dalam pernyataannya.
Ia mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada semua pihak yang telah mendukung dan mendorongnya untuk mengambil langkah hukum.
Kasus ini menarik perhatian publik setelah korban membagikan kisahnya di media sosial.
Dukungan dan dorongan dari para netizen menjadi katalis yang membuat korban akhirnya berani mengajukan laporan resmi kepada pihak berwajib.
Respon cepat dari Ditreskrimsus Polda Jawa Timur juga mendapat apresiasi dari masyarakat.
"Kami bertindak cepat setelah menerima laporan dari korban dan mengumpulkan bukti-bukti yang cukup untuk menangkap pelaku," kata seorang juru bicara dari Polda Jawa Timur.
Penyelidikan lebih lanjut akan dilakukan untuk memastikan bahwa semua aspek kasus ini ditangani dengan cermat dan adil.
Pihak kepolisian juga mengimbau masyarakat untuk tidak ragu melaporkan kasus serupa dan menegaskan komitmennya dalam menangani kejahatan siber dengan serius.
Kronologi kejadian ini dimulai dari kebaikan sederhana saat Nimas memberikan uang Rp5 ribu kepada Adi, teman sekelasnya di SMP.
Namun, tindakan tersebut diartikan oleh Adi sebagai tanda perhatian yang lebih, memicu hubungan yang menyakitkan. Gangguan dan teror dari Adi semakin parah di kelas XI SMA pada 2014.
Baca Juga:
Gandeng Pemangku Kepentingan, Kemenhub Satukan Persepsi Terkait Pelayanan untuk Ibu Hamil di Pesawat
Kejadian mengerikan terjadi pada 2015 saat Adi muncul di sekolah pada malam hari setelah latihan paskibra.
Klimaksnya terjadi pada 2018 dengan tindakan fisik menakutkan, seperti melempar jam dan surat cinta, bahkan mengirim foto tidak senonoh dan ancaman pembunuhan.
Upaya Nimas untuk menghindari Adi sia-sia, mendorongnya untuk melaporkan kasus ini demi keadilan. (*/Shofia)