Waduh! Ternyata 1 Juta Masyarakat Lebih Suka Berobat Ke Luar Negeri, Presiden Jokowi Sebut Indonesia Kehilangan Rp180 Triliun Per Tahun

Presiden Jokowi mengungkap jika 1 juta masyarakat Indonesia lebih suka berobat ke luar negeri dibanding di negeranya sendiri. Source: Foto/Ilustrasi/Pexels

Nasional, gemasulawesi - Presiden Jokowi menyinggung soal preferensi masyarakat Indonesia yang lebih memilih berobat ke luar negeri.

Hal ini menjadi salah satu aspek yang penting dalam pembahasan strategi kesehatan nasional, sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas).

Dalam acara yang digelar di Indonesia Convention and Exhibition (ICE) BSD, Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, Presiden Jokowi menyebut Indonesia masih kehilangan sekitar Rp180 triliun per tahun karena banyak warganya memilih berobat ke luar negeri.

Hal ini menandakan bahwa ada kekurangan atau ketidakpuasan dalam sistem pelayanan kesehatan di dalam negeri yang menyebabkan masyarakat lebih memilih layanan kesehatan dari luar negeri.

Baca Juga:
Yuk Eksplorasi Gunung Salak Aceh Utara dengan Keajaiban dan Kelezatan Kuliner di Destinasi Wisata Pencinta Alam Semesta

Presiden menyoroti kurangnya infrastruktur kesehatan di beberapa daerah, termasuk ketersediaan fasilitas rumah sakit dan peralatan medis yang modern.

Selain itu, kekurangan tenaga medis terutama dokter spesialis juga menjadi tantangan yang perlu segera diatasi di sektor kesehatan.

"Dokter yang tersedia masih terbatas, terutama dokter spesialis. Ini adalah masalah besar bagi kita. Perlu diketahui bahwa rasio dokter kita saat ini masih 0,47, yang menempatkan kita pada peringkat 147 di dunia. Hal ini perlu menjadi perhatian kita bersama dan harus segera ditingkatkan," jelasnya.

Lebih lanjut, Presiden juga menggarisbawahi ketergantungan tinggi Indonesia terhadap impor bahan baku farmasi dan alat kesehatan.

Baca Juga:
Viral! Pengendara Motor di Bali Tiba-Tiba Ditusuk Orang Tak Dikenal Saat Terjebak Kemacetan di Tengah Jalan, Pelaku Langsung Melarikan Diri

Sebanyak 90 persen bahan produksi farmasi masih diimpor, sementara 52 persen alat kesehatan (alkes) juga didominasi oleh impor.

"90 persen bahan produksi farmasi masih diimpor. Begitu juga dengan 52 persen alat kesehatan kita yang masih didominasi oleh impor," kata Presiden, menggarisbawahi pentingnya Indonesia meningkatkan produksi komponen medis secara lokal.

Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia perlu mengembangkan industri kesehatan dalam negeri dengan memproduksi lebih banyak komponen medis secara lokal.

Presiden Jokowi menekankan pentingnya integrasi dan sinergi dalam semua rencana pembangunan kesehatan, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Baca Juga:
Berpesan untuk Berani Memikirkan Berbagai Solusi, Mensos Ungkap Masalah Sosial Ikut Berkembang Seiring dengan Kemajuan Teknologi

Dia mengharapkan agar rencana induk kesehatan, yang dijadwalkan selesai pada bulan Agustus oleh Menteri Kesehatan, akan menjadi pedoman nasional yang mengarahkan Indonesia menuju kemajuan yang signifikan di bidang kesehatan.

"Kita harus pastikan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara program di pusat dan di daerah. Semua harus berjalan sejalan, dengan satu garis lurus dalam menentukan prioritas kerja," tegasnya.

Ungkapan Presiden  Jokowi terkait banyaknya masyarakat Indonesia yang memilih berobat ke luar negeri ini pun menuai beragam komentar, sebagaimana terlihat dalam unggahan di akun Instagram @makassarinfoku.

Salah seorang netizen berharap agar pemerintah bisa prioritaskan keselamatan pasien daripada urusan administrasi atau biaya.

Baca Juga:
Setelah 28 Tahun, Pj Bupati Parigi Moutong Sebut Otonomi Daerah Telah Memberikan Dampak Positif dengan Meningkatnya Angka IPM

“Fokuslah pada perbaikan dokter dan fasilitas kesehatan terlebih dahulu. Di sini, seringkali kepentingan uang lebih diutamakan daripada keselamatan nyawa,” tegas akun @em***.

Lalu ada juga yang menyinggung soal rumitnya administrasi BPJS.

“Ada banyak kasus di mana nyawa pasien terancam karena terlalu fokus pada administrasi atau urusan administrasi yang berlarut-larut. Banyak rumah sakit dan BPJS menerapkan aturan yang membuat proses diagnosis dan perawatan pasien menjadi terhambat. Akibatnya, waktu berharga terbuang, diagnosis salah, dan terapi tidak tepat. Harus diingat, nyawa pasien tidak boleh dipertaruhkan karena masalah administrasi yang berbelit-belit,” tulis akun @har***. (*/Shofia)

Bagikan: