Nasional, gemasulawesi - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah mendapatkan pengajuan permohonan perlindungan dari keluarga mendiang Prada Lucky Chepril Saputra Namo.
Permohonan tersebut diajukan langsung oleh ibunda almarhum, yang meminta perlindungan hukum terkait kasus yang menimpa anaknya.
Prada Lucky, prajurit TNI asal Nusa Tenggara Timur, diduga meninggal dunia akibat tindak penganiayaan yang dilakukan oleh oknum seniornya.
Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias, menyampaikan bahwa keluarga mendiang mengajukan permohonan dengan cakupan perlindungan yang cukup luas.
Baca Juga:
KPAI Dorong Pemblokiran Roblox Jika Terbukti Langgar Perlindungan Anak Sesuai UU ITE 2024
Dalam permohonan tersebut, tercantum kebutuhan atas pendampingan yang berkesinambungan selama proses hukum masih berjalan serta pemantauan dari pihak LPSK.
Selain itu, keluarga juga meminta dukungan berupa layanan pemulihan psikologis dan bantuan medis sebagai bagian dari perlindungan yang diberikan.
Ia mengatakan, “Kami datang ke Kupang untuk menjamin hak-hak saksi maupun keluarga korban bisa terpenuhi, sekaligus mendengar langsung dari mereka dan meninjau perkembangan jalannya proses hukum.”
LPSK menunjukkan sikap proaktif dalam menindaklanjuti kasus yang menimpa Prada Lucky Chepril Saputra Namo.
Pada rentang waktu 13 hingga 16 Agustus 2025, lembaga tersebut turun langsung ke lapangan.
Beberapa wilayah yang dikunjungi antara lain Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Ende, hingga Kota Kupang di Nusa Tenggara Timur.
Langkah ini dilakukan untuk menghimpun keterangan dari pihak keluarga, para saksi, serta aparat penegak hukum yang menangani perkara tersebut.
Susilaningtias menyampaikan bahwa dalam kegiatan investigasi di lapangan, LPSK berkesempatan bertemu langsung dengan ibu almarhum Prada Lucky di Kupang.
Baca Juga:
Evaluasi Mendalam Diperlukan untuk Pemindahan Ibu Kota ke IKN agar Tak Bebani Masyarakat
Selain itu, tim juga mendatangi sejumlah saksi yang sebelumnya telah menjalani pemeriksaan oleh Subdenpom Ende.
Tidak hanya di Ende, LPSK turut menjalin komunikasi dengan saksi-saksi lain yang diperiksa oleh Denpom Kupang.
Ia menuturkan, LPSK juga turun langsung meninjau lokasi kejadian guna mencari keterangan tambahan sekaligus memetakan potensi risiko yang mungkin dihadapi saksi maupun keluarga korban.
Susilaningtias menambahkan, pemenuhan hak-hak saksi tidak hanya sebatas perlindungan fisik, tetapi juga menyangkut dukungan prosedural, mulai dari transportasi, akomodasi, hingga layanan psikologis.
“Kehadiran kami berangkat dari informasi yang kami terima melalui jejaring Sahabat Saksi dan Korban serta instansi di NTT. Kami ingin memastikan suara keluarga korban dan saksi benar-benar mendapat perhatian,” ujarnya.
Selain memberikan pendampingan, LPSK juga mendorong pengungkapan fakta melalui mekanisme saksi pelaku yang bersedia bekerja sama (JC).
Dari 20 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, LPSK berharap ada yang mau bekerja sama dengan penyidik demi membuka kebenaran kasus ini.
“Kami berharap Polisi Militer TNI dapat memberikan informasi mengenai hak-hak JC kepada para terduga pelaku yang ingin bersuara. Bila ada yang memilih jalur tersebut, LPSK siap mendampingi,” tutur Susilaningtias.
Baca Juga:
Transformasi Transportasi Jakarta: Dari Koridor Pertama Transjakarta hingga Integrasi Jabodetabek
Menurutnya, status JC menjadi instrumen penting dalam mengurai kasus kematian Prada Lucky karena dengan mekanisme itu, proses hukum akan lebih mudah mengungkap fakta material serta memperkuat pembuktian.
Prada Lucky sendiri mengembuskan napas terakhir pada Rabu (6/8) di RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo, NTT, usai menjalani perawatan intensif.
Ia diduga meninggal akibat penganiayaan oleh sejumlah seniornya, dan penyidik Polisi Militer Kodam Udayana telah menetapkan 20 prajurit sebagai tersangka. (*/Zahra)