Nasional, gemasulawesi - Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, kini tengah menghadapi tantangan hukum yang serius terkait dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Syahrul Yasin Limpo, yang saat ini berusia 70 tahun, telah dituduh melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi senilai Rp 44,5 miliar selama masa jabatannya sebagai Menteri Pertanian dari tahun 2020 hingga 2023.
Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga tengah mengusut Syahrul Yasin Limpo terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU.
Dalam upaya mempercepat proses hukum yang tengah berjalan, Syahrul memohon kepada Pengadilan Tipikor Jakarta untuk mempercepat penyelidikan kasus pencucian uang yang sedang berlangsung.
Alasannya, ia mengutip kondisi kesehatannya yang semakin menurun dan usianya yang lanjut.
Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Syahrul menyampaikan, "Saya semakin kurus. Oleh karena itu, saya memohon pertimbangan segera dalam melanjutkan penyelidikan pencucian uang, atau sejenisnya, yang mulia. Terima kasih."
Namun, hakim yang memimpin sidang, Rianto Adam Pontoh, menjelaskan bahwa pengadilan tidak memiliki kewenangan untuk memaksa jaksa negara untuk mempercepat proses hukum ke tahap persidangan.
Ia menekankan bahwa kewenangan penyelidikan dan penuntutan sepenuhnya berada di tangan lembaga yang bersangkutan, seperti KPK.
"Bukan kewenangan panel untuk memerintahkan Anda disidangkan sesegera mungkin," ujar Rianto.
Adapun kasus yang menjerat SYL ini mencakup pemerasan dan gratifikasi senilai Rp44,5 miliar selama menjabat sebagai Menteri Pertanian.
Bersama dengan dua terdakwa lainnya, SYL didakwa menggunakan paksaan untuk mengumpulkan uang dari pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.
Uang tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya, dengan pengeluaran terbanyak mencapai Rp16,6 miliar.
SYL dijerat dengan dakwaan Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi, Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi, dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan pejabat tinggi yang diduga terlibat dalam praktik korupsi yang merugikan negara.
Penegakan hukum yang adil dan transparan menjadi penting dalam menangani kasus-kasus korupsi di Indonesia, sehingga masyarakat menanti hasil dari proses hukum yang sedang berlangsung. (*/Shofia)