Nasional, gemasulawesi – Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, ekspor ikan Indonesia masih belum dapat masuk ke Eropa dikarenakan cara penangkapannya yang masih dianggap brutal, sehingga merusak ekosistem laut yang lainnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menambahkan dengan penangkapan ikan terukur atau PIT, maka penangkapan ikan menjadi lebih efisien dan juga berkelanjutan.
Dalam keterangannya kemarin, tanggal 2 Juni 2024, Sakti Wahyu Trenggono menyatakan percontohan PIT di Kota Tual dan Kepulauan Aru, Maluku adalah salah satu upaya memberikan keyakinan kepada pasar global bahwa Indonesia mampu melakukan penangkapan ikan secara berkelanjutan.
Dia menerangkan ini adalah salah satu jawabannya untuk memberikan keyakinan kepada market di dunia untuk penangkap ikan yang lebih baik.
“Selain itu, ikannya lebih dapat dideteksi dan juga lebih efisien,” katanya.
Dia menambahkan jika kehadiran PIT pertama di Indonesia memiliki tujuan untuk menghubungkan hulu atau penangkapan dengan hilir atau pengolahan dan pemasaran, efisiensi penangkapan ikan, pemerataan ekonomi, menjaga mutu ikan hasil tangkapan dan memperkuat hilirisasi produk.
“Tujuan lainnya adalah memberikan efek ganda untuk ekonomi lokal,” ujarnya.
Dikutip dari Antara, Trenggono menyatakan percontohan atau modelling PIT diproyeksikan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah Kota Tual dan Kepulauan Aru, serta memberikan kontribusi yang juga sangat besar untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Menurutnya, hal tersebut dikarenakan produktivitasnya disini berikut juga dengan pengembangan, tenaga kerja juga dapat diambil dari sini, sehingga nantinya multiplier efeknya akan sangat besar.
Dia mengakui jika itu adalah harapannya.
“Untuk saat ini, masih sedang dalam proses pengujian,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Plt Direktur Jenderal Perikanan Tangkap atau DJPT KKP, TB Haeru Rahayu, menyatakan melalui penerapan percontohan PIT, diproyeksikan penambahan produksi hasil tangkapan dengan estimasi mencapai skeitar 4.578 ton per bulannya dengan tambahan penerimaan negara bukan pajak atau PNBP.
“Untuk estimasi sekitar 48,8 miliar rupiah untuk per bulannya,” pungkasnya. (*/Mey)