Makassar, gemasulawesi - Kasus dugaan pungutan liar (pungli) di SMA 19 Makassar menjadi sorotan publik setelah pengakuan wali murid viral di media sosial.
Sejumlah orang tua murid SMA 19 Makassar mengungkapkan keberatan mereka terhadap permintaan iuran sekolah yang dinilai memberatkan.
Kasus dugaan pungli di SMA 19 Makassar ini menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan dan memicu diskusi mengenai transparansi dalam penggunaan dana pendidikan.
Seorang wali murid berinisial S (40 tahun) menjadi salah satu yang bersuara mengenai dugaan pungli tersebut.
S mengungkapkan bahwa pihak sekolah meminta iuran sebesar Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu, dengan jumlah terendah Rp 35 ribu.
Uang tersebut disebut-sebut untuk pengadaan CCTV dan WiFi di sekolah.
“Kata gurunya itu uang untuk pengadaan CCTV dan WiFi di sekolah,” ujar S, dikutip pada Kamis, 1 Juli 2024.
Selain itu, S menambahkan bahwa murid-murid juga dibebankan iuran tambahan sebesar Rp 5 ribu per kepala.
Dengan jumlah murid di SMA 19 Makassar mencapai 600 orang, iuran ini menghasilkan total pungutan yang signifikan.
“Secara keseluruhan murid di SMA 19 berjumlah 600 orang, jika dikalikan per kepala Rp 5 ribu totalnya Rp 3 juta. Jadi ini sekolah indikasi pungli,” tambah S.
S merasa keberatan karena setiap sekolah seharusnya mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang mencakup kebutuhan seperti pengadaan CCTV dan WiFi.
Iuran tambahan ini dirasa tidak seharusnya dibebankan kepada murid.
Menanggapi tuduhan tersebut, Kepala Sekolah SMA 19 Makassar, Mohammad Ahyar, membantah adanya praktik pungli di sekolahnya.
Ia menjelaskan bahwa informasi yang beredar di masyarakat tidak akurat dan menegaskan bahwa sekolah hanya meminta sumbangan sukarela dari orang tua murid.
“Kami memang membutuhkan CCTV dan WiFi di sekolah karena sering terjadi pencurian dan kekerasan. Oleh karena itu, kami mengadakan rapat bersama wali kelas dan orang tua murid untuk membahas pengadaan CCTV,” jelas Ahyar.
Ahyar menyatakan bahwa dalam rapat tersebut, tidak ada keputusan untuk mewajibkan setiap murid membayar sejumlah uang tertentu.
“Kami hanya meminta bantuan sukarela dari orang tua murid. Tidak ada paksaan. Jika ada orang tua yang keberatan, mereka tidak perlu membayar,” tambahnya.
Publik ikut memberikan reaksi keras terhadap kasus ini. Terlebih setelah dibagikan oleh akun Tiktok @jendela_indonesia_ dan menjadi viral di media sosial.
Banyak netizen mengecam tindakan tersebut di media sosial dan menuntut tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat.
Mereka berharap pihak berwenang segera turun tangan untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan keadilan bagi para murid dan orang tua.
“Jika benar ada pungli di SMA 19 Makassar, ini sangat mencoreng dunia pendidikan kita. Semua pihak harus bertindak tegas dan menghentikan praktik ini,” komentar akun @sh***.
Ahyar juga menambahkan bahwa dana yang terkumpul dari sumbangan sukarela orang tua murid akan digunakan untuk meningkatkan keamanan dan fasilitas sekolah, termasuk pengadaan CCTV yang dapat membantu mengurangi kasus pencurian dan kekerasan di lingkungan sekolah.
“Jika orang tua murid bersedia berpartisipasi, kami sangat menghargainya. Namun, jika mereka tidak mampu atau keberatan, tidak ada paksaan dari pihak sekolah,” tegas Ahyar.
Sementara itu, publik menunggu tindakan lebih lanjut dari pihak berwenang terkait dugaan pungli ini.
Transparansi dan keadilan dalam pengelolaan dana sekolah menjadi perhatian utama, mengingat pentingnya menjaga integritas dan kepercayaan dalam sistem pendidikan.
Kasus ini mencerminkan perlunya pengawasan ketat terhadap penggunaan dana BOS dan pentingnya keterbukaan antara pihak sekolah dan orang tua murid.
Diharapkan, kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi di masa depan, sehingga pendidikan dapat berjalan dengan adil dan transparan. (*/Shofia)