Banjarmasin, gemasulawesi - RSJ Sambang Lihum di Kota Banjarmasin menghadapi tantangan serius dalam beberapa hari terakhir akibat lonjakan pasien yang diduga mabuk kecubung.
Data terakhir yang didapat, terdapat 56 pasien telah dirawat RSJ Sambang Lihum di Kota Banjarmasin akibat mabuk kecubung, termasuk seorang anak di bawah umur.
Budi Harmanto, Kasi Humas dan Informasi RSJ Sambang Lihum, mengungkapkan bahwa jumlah pasien terus bertambah setiap harinya.
Pada hari Senin sebelumnya, ada tambahan dua pasien, dan satu pasien pada hari Selasa.
Saat ini, sebagian besar pasien masih dirawat sebagai pasien rawat jalan, sementara empat pasien telah dipulangkan.
Sebanyak empat puluh pasien masih membutuhkan perawatan intensif di RSJ.
Pasien-pasien ini berasal dari berbagai daerah di sekitar Kalimantan Selatan, seperti Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Barito Kuala, Kotabaru, Hulu Sungai Selatan, hingga Kapuas, Kalimantan Tengah.
Mayoritas pasien adalah laki-laki, meskipun ada juga beberapa pasien perempuan.
Penting untuk dicatat bahwa salah satu dari pasien yang dirawat adalah seorang anak berusia 14 tahun, menunjukkan bahwa masalah ini tidak hanya menjangkau usia dewasa tetapi juga remaja.
Untuk mengatasi lonjakan ini, RSJ Sambang Lihum telah melakukan modifikasi ruang rawat inap dan menambah tempat tidur.
Mereka juga telah mempersiapkan ruang non kekhususan untuk mengantisipasi lonjakan pasien.
Beberapa ruangan yang sebelumnya digunakan untuk isolasi pasien Covid-19 kini digunakan untuk merawat pasien yang diduga mabuk kecubung.
Penanganan bagi pasien yang terindikasi mabuk kecubung memerlukan pendekatan khusus.
RSJ Sambang Lihum memperbolehkan satu anggota keluarga untuk mendampingi pasien setiap hari.
Hal ini bertujuan untuk memberikan dukungan moral kepada pasien dan memantau kondisinya secara lebih intensif.
Namun, tidak semua kasus berakhir baik. Pada tanggal 5 Juli 2024, dilaporkan bahwa dua pasien telah meninggal dunia.
Meskipun belum ada kepastian bahwa kecubung langsung menyebabkan kematian, ada indikasi bahwa mereka mengonsumsi buah kecubung.
Menurut Psikiater Konsultan Adiksi RSJ Sambang Lihum, dr Firdaus Samlim, sebagian besar pasien tidak hanya mengonsumsi buah kecubung tetapi juga pil putih tanpa merek yang diduga mengandung ekstrak kecubung.
Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan telah melakukan uji laboratorium dan menemukan bahwa buah kecubung mengandung atropin dan scopolamin.
Meskipun buah kecubung belum termasuk dalam kategori narkotika yang diatur secara hukum, penggunaannya dapat menyebabkan efek halusinasi yang kuat dan berpotensi mengancam nyawa.
Kecubung memiliki sejarah penggunaan yang panjang dan dalam konteks medis yang benar dapat memiliki manfaat tertentu.
Namun, penyalahgunaannya dapat menyebabkan efek samping serius seperti halusinasi, peningkatan denyut jantung, serta gangguan psikologis lainnya.
Ini menunjukkan bahwa penggunaan kecubung tanpa pengawasan medis yang ketat sangat berbahaya dan tidak disarankan. (*/Shofia)