Jawa Barat, gemasulawesi – Insiden kecelakaan maut yang melibatkan bus rombongan SMK Lingga Kencana di Ciater, Subang, Jawa Barat hingga kini masih menjadi perhatian serius pihak kepolisian.
Proses penyelidikan masih terus dilakukan untuk mencari bukti dan keterangan tambahan terkait kecelakaan maut rombongan SMK Lingga Kencana yang menewaskan 11 orang tersebut.
Rencananya, penyidik akan memanggil berbagai pihak untuk mengungkap kasus kecelakaan maut rombongan siswa SMK Lingga Kencana, termasuk perusahaan otobus (PO), pihak karoseri, dan pihak travel untuk memberikan keterangan terkait.
“Kami memanggil semua pihak untuk memberikan keterangan, tidak hanya PO saja, tetapi juga pengurus PO, dan karoseri yang melakukan perubahan pada bus tersebut,” kata Dirlantas Polda Jawa Barat, Kombes Wibowo.
Menurut Wibowo, ada kemungkinan munculnya tersangka baru terkait kecelakaan yang membuat belasan orang meninggal dunia ini.
Namun, pihak kepolisian ingin memastikan bahwa penetapan tersangka didukung oleh bukti yang kuat.
Mereka juga akan menyelidiki siapa yang bertanggung jawab atas perpanjangan uji kir kendaraan bus tersebut.
“Kemarin kami baru saja meminta keterangan mengenai kegagalan fungsi rem dan beberapa temuan lainnya. Kami sedang meminta keterangan lebih lanjut mengenai perubahan dimensi pada bus tersebut dan apakah hal ini berpengaruh terhadap kecelakaan yang terjadi,” jelas Wibowo.
Sebelumnya, polisi telah menetapkan Sadira, sopir bus Putera Fajar yang membawa rombongan SMK Lingga Kencana Depok, sebagai tersangka dalam kecelakaan maut yang terjadi di Jalan Raya Kampung Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, pada Sabtu 11 Mei 2024.
“Kami telah menetapkan pengemudi bus Putera Fajar, Sadira, sebagai tersangka dalam kasus kecelakaan ini,” ujar Wibowo.
Penetapan Sadira sebagai tersangka dilakukan setelah penyidik mengumpulkan sejumlah bukti dan meminta keterangan dari 13 saksi, termasuk dua saksi ahli.
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa Sadira dianggap lalai karena memaksakan bus yang tidak laik jalan untuk terus beroperasi, yang akhirnya menyebabkan kecelakaan dan menewaskan 11 penumpang serta melukai 40 lainnya.
Dalam kasus ini, Sadira dijerat dengan Pasal 411 ayat 5 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dengan ancaman hukuman minimal 12 tahun penjara dan denda Rp 24 juta.
Polisi akan terus memanggil dan meminta keterangan dari PO bus serta pihak karoseri untuk menentukan sejauh mana keterlibatan dan tanggung jawab mereka dalam kecelakaan ini, guna memastikan semua pihak yang bersalah dapat diproses secara hukum. (*/Shofia)