Kalimantan Timur, gemasulawesi - Operasi penangkapan berlangsung di Kantor Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kaltim, dimana 11 orang ditangkap dan uang tunai sejumlah Rp 525 juta ditemukan yang merupakan sisa dari total dugaan suap sebesar Rp 1,4 miliar
KPK menjalankan operasi tangkap tangan terkait dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan suap dalam proyek pembangunan jalan di Kalimantan Timur (Kaltim) pada tahun 2023.
Di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik telah mengatur jadwal untuk memanggil dan memeriksa beberapa saksi, termasuk Ince Suil Febryan (pegawai PT Brantas Abipraya) dan Arzan (pegawai PT Pembangunan Perumahan).
Informasi tersebut diumumkan oleh Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, pada hari Jumat, 5 April 2024.
“KPK juga menetapkan lima tersangka, di antaranya NM sebagai Direktur CV BS, ANR yang merupakan pemilik PT FPL,” ujarnya.
Para tersangka kemudian ditahan selama 20 hari pertama, dimulai dari tanggal 24 November hingga 13 Desember 2023, di Rumah Tahanan KPK.
Tahun 2023, APBN mengalokasikan dana untuk proyek jalan nasional di Wilayah I Provinsi Kaltim, termasuk Rp49,7 miliar untuk meningkatkan Jalan Simpang Batu - Labuan dan Rp1,1 miliar untuk menjaga Jalan Kerang - Lolo - Kuaro.
“NM, ANR, dan HS mendekati RS untuk memastikan kemenangan dalam proyek tersebut, dengan sepakat memberikan sejumlah uang , RS kemudian mengkomunikasikan hal tersebut kepada RF yang kemudian menyetujui tawaran tersebut,” ujarnya.
Baca Juga:
Kurun Tiga Tahun, Lima ASN Dipecat Akibat Korupsi di Poso
RF menginstruksikan RS untuk memastikan kemenangan perusahaan NM, ANR, dan HS dengan melakukan manipulasi pada beberapa item dalam e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Dalam pembagian uang tersebut, RF mendapatkan 7 persen sedangkan RS mendapatkan 3 persen dari total nilai proyek.
“Uang sekitar Rp 1.4 miliar secara bertahap diberikan mulai bulan Mei 2023 oleh tersangka NM, ANR, HS yang sebgian digunakan untuk acara nusantara sail 2023’’ ujarnya
NM, ANR, dan HS diduga melanggar Pasal 5 atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi dan Pasal 55 ayat (1) KUHP.
RF dan RS diduga melanggar Pasal 12 atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi dan Pasal 55 ayat (1) KUHP.