Kupas Tuntas, gemasulawesi - Pasar Gede Hardjonagoro dengan megahnya namanya mencerminkan kebesaran pasar ini di tengah Kota Surakarta.
Lebih dari sekadar tempat jual-beli, pasar ini merupakan penanda sejarah yang tak terbantahkan bagi warga Surakarta.
Pasar Gede tidak lahir dalam bentuk megah seperti yang kita kenal sekarang.
Awalnya, pasar ini hanya berupa pasar kecil dengan lahan seluas 10.421 hektare, tepat berlokasi di persimpangan jalan di dekat kantor gubernur yang sekarang menjadi Balaikota Surakarta.
Namun, seiring berjalannya waktu, pasar kecil itu tumbuh menjadi pasar terbesar dan terindah di Surakarta.
Bangunan Pasar Gede terbagi menjadi dua, terpisahkan oleh Jalan Sudirman yang ramai.
Bangunan utama, yang dijuluki Pasar Gedhé, menjadi lambang kemegahan dengan pintu gerbang yang mengingatkan pada singgasana Jawa.
Arsitektur pasar ini menggabungkan sentuhan Belanda dan Jawa, menciptakan harmoni unik yang mengundang decak kagum.
Namun, sejarah Pasar Gede tidak selalu indah.
Baca Juga:
Keindahan Alam dan Edukasi Agrotourism Magetan Green Garden dengan Oase Ketenangan yang Damai
Beruntung, pemerintah Republik Indonesia segera mengambil alih dan merenovasi pasar pada tahun 1949.
Namun, proses pemugaran baru selesai pada tahun 1981 dengan penggantian atap kayu yang menggantikan atap lama.
Tidak hanya sebagai pusat perdagangan, Pasar Gede dan sekitarnya juga menjadi pusat kegiatan budaya.
Daerah sekitar pasar dikenal sebagai pecinan, Chinatown, Surakarta, tempat di mana komunitas Tionghoa Surakarta berkembang dan berdagang.
Bahkan, sebuah kelenteng bernama Vihara AvalokiteÅvara Tien Kok Sie berdiri megah di seberang pasar, menambah kekayaan budaya yang ada.
Jadi, jangan lewatkan kesempatan untuk menjelajahi jejak budaya dan sejarah yang tak ternilai harganya di Pasar Gede Hardjonagoro, tempat di mana masa lalu dan masa kini bertemu dalam harmoni yang indah. (*/CAM)