Ekonomi, gemasulawesi – Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS menaruh perhatian yang besar terhadap penyebaran informasi negatif mengenai kelapa sawit yang tidak didasarkan pada fakta yang objektif.
Oleh karena itu, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menekankan pentingnya untuk memberikan edukasi mengenai kelapa sawit di lingkungan pendidikan.
Kabul Wijayanto, yang merupakan Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS, mengatakan jika promosi kelapa sawit terarah dilakukan dengan melibatkan sejumlah instansi pemerintah.
Baca Juga:
Alami Pertumbuhan, DJP Kemenkeu Catat Sebanyak 7 Juta Wajib Pajak Telah Lapor SPT Tahunan 2023
“Promosi kelapa sawit yang terarah juga melibatkan organisasi masyarakat agar nantinya kampanye positif mengenai kelapa sawit dapat terwujud secara menyeluruh,” katanya.
Dia menambahkan jika tujuan lainnya adalah menjadi gerakan nasional yang mendukung kesadaran pentingnya kelapa sawit.
Hal tersebut disampaikannya saat acara Palm Oil Edu Talk dan Sawit @School di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
“Acara Palm Oil Edu Talk ini adalah sebagai upaya menyampaikan fakta yang objektif mengenai kelapa sawit,” terangnya.
Disebutkan oleh Kabul, jika rangkaian Palm Oil Edu Talk Provinsi NTB adalah wujud dari pelaksanaan tugas BPDPKS untuk mempromosikan perkebunan kelapa sawit yang menjadi salah satu program dari BPDPKS.
“Program tersebut adalah program promosi kelapa sawit yang sejalan dengan amanat dari PP No.61 Tahun 2015 juncto PP Nomor 66 Tahun 2018 mengenai Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit,” ujarnya.
Kabul juga mengajak semua pihak untuk berperan aktif dalam menjaga eksistensi komoditas kelapa sawit untuk terus berkelanjutan memberikan kontribusi yang besar untuk pertumbuhan sosial dan juga ekonomi dari masyarakat Indonesia.
Menurut Kabul, meskipun Provinsi Nusa Tenggara Barat belum mempunyai perkebunan kelapa sawit, namun, program ini dipilih sebagai tujuan lokasi kegiatan pertama di tahun 2024 dikarenakan cenderung mempunyai pengetahuan yang minim mengenai kelapa sawit.
“Selain itu, karena juga tidak merasakan manfaat langsung dari perkebunan kelapa sawit, sehingga dapat rentan terhadap penyebaran isu negatif,” tambahnya. (*/Mey)