Nasional, gemasulawesi - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea Cukai) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan memberikan pembebasan bea masuk dan pajak barang impor berupa alat belajar Sekolah Luar Biasa (SLB) milik SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta.
Barang yang ditahan Ditjen Bea Cukai adalah berupa keyboard sebanyak 20 buah yang merupakan hibah dari OHFA Tech, Korea Selatan.
Kepala Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta, Gatot Sugeng Wibowo, menyatakan bahwa proses pembebasan bea masuk dan pajak sedang dalam proses untuk impor barang hibah tersebut.
Dia mengharapkan proses ini tidak akan memakan waktu lama, sehingga barang hibah yang kini masih tertahan dapat segera diserahkan kepada pihak SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta.
“Sedang kami proses fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor, sehingga barangnya bisa segera diserahkan kepada pihak SLB,” jelas Gatot.
Langkah ini diambil irektorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea Cukai) RI usai menggelar rapat bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Dalam arahannya, Sri Mulyani meminta agar Ditjen Bea Cukai bisa menyelesaikan kasus ini.
Sebelumnya, keluhan netizen tentang alat pembelajaran untuk siswa tunanetra yang ditahan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bandara Soekarno Hatta (Soetta) viral di media sosial.
Kronologi awalnya dimulai dengan pengiriman barang dari OHFA Tech di Korea Selatan pada tanggal 16 Desember 2022 yang ditujukan untuk SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta.
Akan tetapi ketika barang tiba di Indonesia pada 18 Desember 2022, barang tersebut tertahan di Bea Cukai.
Kemudian ia mengaku diminta membayar ratusan juta rupiah serta biaya denda gudang per hari untuk menebus barang yang ditahan itu.
Meskipun pihak sekolah telah mengirimkan dokumen yang diminta oleh Bea Cukai, namun barang yang ditahan merupakan prototipe yang masih dalam tahap pengembangan dan merupakan barang hibah sehingga tidak ada harga yang dapat ditentukan.
Bea Cukai kemudian menetapkan nilai barang sebesar Rp361.039.239, namun sekolah tidak setuju dengan besarnya pajak yang harus dibayar karena barang tersebut merupakan bantuan alat pendidikan untuk siswa tunanetra.
Setelah melalui beberapa proses dan pembahasan yang cukup lama, barang kiriman dari Korea Selatan itu akhirnya dipindahkan ke tempat penimbunan Pabean, yang membuat proses pengambilan barang menjadi sulit karena mewajibkan sekolah membayar pajak yang telah dihitung sebelumnya.
Saat ini, pihak Bea Cukai sedang berkomunikasi dengan pihak Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk memenuhi persyaratan pembebasan bea masuk dan pajak lainnya agar barang yang masih ditahan dapat segera diserahkan kepada pihak SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta.
Hal ini diharapkan dapat memberikan solusi atas permasalahan tersebut dan memungkinkan barang hibah dapat digunakan oleh siswa tunanetra dengan segera. (*/Shofia)