Internasional, gemasulawesi – Salah satu saudara perempuan Baraalah yang merupakan seorang ibu dan juga seniman yang tewas terbunuh di Jalur Gaza, Rawaa Abu Mohsen, menyatakan jika untuknya, kehidupan saudara perempuannya yang ingin dia ingat setelah dia meninggal.
Rawaa Abu Mohsen menegaskan jika dia tidak ingin mengingat bagaimana Baraalah meninggal.
Diketahui jika saudara perempuan Rawa Abu Mohsen, Baraalah, tewas terbunuh bersama dengan ibu mereka karena pemboman yang dilakukan penjajah Israel.
Baca Juga:
Salah Satu Dampak Serius Karena Perang, Industri Palestina Hampir Terhenti Akibat Agresi
Mengenang ikatan yang mereka miliki, Rawa mengungkapkan jika ibunya adalah orang terdekat dari Baraa, yang merupakan sapaan Baraalah.
“Seperti ibu dan anak yang lainnya, mereka juga akan bertengkar karena hal-hal yang sepele, namun, juga seperti yang lainnya, maka itu juga akan dengan segera berlalu,” katanya.
Rawaa mengakui untuknya Baraalah adalah saudara perempuannya, rekannya dan rekan dalam kenangan terindah di hidupnya.
“Dia selalu meminta saya untuk datang mengunjungi rumahnya bersama putri saya dan disana kami akan begadang dan berbicara,” ujarnya.
Rawaa menerangkan jika di sekolah, Baraa akan lebih memilih untuk mengekspresikan dirinya melalui gambar yang tidak pernah berhenti dilakukannya untuk menutupi buku pelajaran miliknya dan juga pekerjaan rumah yang harus dilakukannya.
Baraa diketahui awalnya berharap dapat bekerja di sebuah organisasi internasional, namun, karena kreativitasnya semakin berkembang, dia mendirikan bisnisnya sendiri.
Disana, Baraalah akan merancang dan membuat beberapa model kecil untuk menghiasi permukaan kue.
Melakukan pekerjaan yang dia sukai, Rawa mengungkapkan Baraa akhirnya menikah dan memiliki anak yang bernama Tamara.
“Namun, keretakan muncul di tengah-tengah pernikahannya dan dia kembali tinggal bersama dengan orang tua kami dan mencari cara untuk mengembangkan bisnisnya,” terangnya.
Saat dia dan ibunya akhirnya terbunuh, menurut Rawaa, sebelumnya Baraa meminta dia untuk membawa anak-anaknya ke rumah keluarga karena lebih aman dari rumah Rawaa.
“Namun, yang menjadi ironis, rumah keluarga kami dibom keesokan harinya setelah malam kami melakukan perbincangan tersebut,” kenangnya.
Rawaa memaparkan jika pemboman itu membuat Baraa dan ibunya terluka parah.
Baca Juga:
Kecam Agresi, Presiden Aljazair Sebut Tindakan Penjajah Israel Adalah Aib untuk Seluruh Umat Manusia
“Hal terakhir yang dimintanya adalah menginginkan untuk bertemu dengan putrinya agar dapat menyusuinya, namun, dia meninggal tidak lama kemudian bersama dengan ibu kami, dengan keinginan terakhirnya adalah menggendong anaknya,” imbuhnya. (*/Mey)