Hukum, gemasulawesi - Kejaksaan Agung baru-baru ini mengumumkan penetapan tujuh tersangka baru dalam kasus korupsi 109 ton emas yang melibatkan penggunaan label PT Antam tanpa adanya kerja sama resmi.
Kapuspenkum Harli Siregar menjelaskan bahwa penetapan 7 tersangka kasus korupsi 109 ton emas ini dilakukan setelah penyidik melakukan pemeriksaan internal yang mendalam.
"Sehingga penyidik setelah melakukan ekspose secara internal, menetapkan ke-7 orang tersebut sebagai tersangka," ucapnya dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis, 18 Juli 2024 malam.
Harli mengungkapkan bahwa ketujuh tersangka baru ini berinisial LE, SL, SJ, JT, HKT, GAR, dan DT. Mereka adalah pelanggan jasa manufaktur yang mencetak logo PT Antam di emas dagangan mereka.
Enam dari tersangka tersebut merupakan individu perorangan, sedangkan DT adalah Direktur PT JTU.
Dalam proses penyidikan, Kejagung juga menyita 7,7 kg emas terkait kasus ini.
Harli menambahkan bahwa dua tersangka, SL dan GAR, langsung ditahan di rumah tahanan negara, sementara lima lainnya dikenai tahanan kota dengan alasan kesehatan setelah pemeriksaan medis.
Dari tujuh tersangka tersebut, terlihat lima tersangka yang ditahan di kota sudah berusia lanjut.
Baca Juga:
Sangat Membantu, Pemda Mengapresiasi Kehadiran Tim Korsupgah KPK RI di Kabupaten Gowa
Dengan penetapan tujuh tersangka baru ini, total jumlah tersangka dalam kasus korupsi emas 109 ton tersebut menjadi 13 orang.
Sebelumnya, enam tersangka yang telah ditetapkan termasuk mantan General Manager (GM) Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UB PPLM) PT Antam Tbk.
Inisial mereka adalah TK (GM periode 2010-2011), HN (GM periode 2011-2013), DM (GM periode 2013-2017), AH (GM periode 2017-2019), MAA (GM periode 2019-2020), dan ID (GM periode 2021-2022).
Para tersangka diduga menyalahgunakan kewenangan mereka dengan melakukan aktivitas manufaktur ilegal.
Mereka terlibat dalam kegiatan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam mulia yang tidak sesuai dengan ketentuan PT Antam.
Padahal, pencetakan merek logam mulia PT Antam seharusnya tidak dapat dilakukan tanpa izin atau kontrak kerja resmi.
Dalam periode tersebut, keenam tersangka mencetak logam mulia dengan total berat mencapai 109 ton.
Emas-emas ini kemudian diedarkan di pasar bersama dengan produk logam mulia resmi PT Antam, menggerus pangsa pasar logam mulia PT Antam yang sah.
Kasus ini bermula ketika penyidik menemukan bukti-bukti bahwa sejumlah logam mulia berlabel PT Antam ternyata tidak terdaftar dalam catatan resmi perusahaan.
Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, ditemukan bahwa para tersangka memanfaatkan posisi mereka untuk mencetak dan mengedarkan emas dengan label PT Antam secara ilegal.
Emas-emas ini diproduksi tanpa melalui proses dan standar yang ditetapkan oleh PT Antam, sehingga menimbulkan kerugian besar bagi perusahaan dan mengganggu stabilitas pasar logam mulia.
Penetapan tersangka baru ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan Kejagung untuk memberantas korupsi di Indonesia.
Kejagung terus melakukan penyelidikan dan penindakan terhadap para pelaku yang terlibat dalam skandal besar ini.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Jika terbukti bersalah, mereka dapat menghadapi hukuman berat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Kasus ini menunjukkan skala besar dari korupsi yang melibatkan emas dan bagaimana aktivitas ilegal ini bisa merugikan perusahaan serta merusak pasar logam mulia yang sah.
Kejagung berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan bahwa semua pelaku yang terlibat akan mendapatkan hukuman yang setimpal. (*/Shofia)