Wakatobi, gemasulawesi - Sebuah inisiatif yang dimulai dengan niat baik sering kali dapat memunculkan berbagai pandangan dan respons dari berbagai pihak. Hal ini terbukti dalam kasus Kristian Hansen.
Kritian Hansen merupakan seorang warga Denmark yang tinggal di Indonesia, dan belakangan ini viral usai memulai proyek perbaikan jembatan di Desa Samabahari, Kecamatan Kaledupa, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Meskipun aksi Kritian Hansen mendapat apresiasi luar biasa dari masyarakat luas, respon dari Kepala Desa Samabahari, Gamis, menunjukkan sudut pandang yang berbeda.
Sebelumnya, Kristian Hansen, melalui upaya kolektif di media sosial Instagram, berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp75 juta dalam waktu singkat untuk memperbaiki jembatan yang sangat dibutuhkan di Kampung Terapung Sampela, Wakatobi.
Jembatan tersebut, yang menghubungkan penduduk lokal dengan fasilitas penting seperti tempat tinggal dan tempat kerja, telah mengalami kerusakan parah akibat cuaca dan usia.
Dengan dukungan lebih dari 300 individu dari berbagai belahan dunia, termasuk sumbangan dana dan dukungan moral, Hansen berhasil menunjukkan bahwa kebaikan lintas budaya dapat mengatasi batasan administratif.
Upayanya bukan hanya sekadar memperbaiki infrastruktur fisik, tetapi juga membangun semangat gotong royong dan kemanusiaan di tengah-tengah komunitas yang membutuhkan.
Dampak sosial dan ekonomi dari proyek ini tidak bisa diabaikan, dengan meningkatnya keamanan dan aksesibilitas bagi penduduk setempat.
Namun, di balik pujian global, ada suara kritik dari Gamis, Kepala Desa Samabahari.
Dalam tanggapannya, Gamis menyampaikan kekecewaannya atas tindakan Hansen yang dilakukan tanpa berkoordinasi dengan pemerintah desa terlebih dahulu.
Menurutnya, meskipun jembatan tersebut memang memerlukan perbaikan, aksi Hansen yang hanya mengganti papan jembatan tanpa perbaikan menyeluruh dinilai tidak sesuai dengan pandangan lokal.
Gamis menegaskan bahwa jembatan tersebut sebenarnya masih bisa digunakan untuk beberapa tahun ke depan, sehingga tindakan tersebut dianggap sebagai langkah yang terlalu dini dan tidak memperhitungkan pandangan dari pihak desa yang lebih mengetahui kondisi lokal secara mendalam.
Kritik Gamis mencerminkan perdebatan yang lebih luas tentang bagaimana bantuan luar harus dikomunikasikan dan diselaraskan dengan otoritas lokal.
Dalam konteks ini, proyek-proyek pembangunan oleh individu atau kelompok dari luar sering kali memunculkan pertanyaan tentang kebijakan kolaborasi dengan pemerintah setempat dan transparansi dalam penggunaan dana serta sumber daya lokal.
Meskipun menghadapi kritik, aksi Hansen menyoroti pentingnya respons cepat terhadap kebutuhan mendesak dan potensi besar solidaritas global dalam mendukung pembangunan lokal.
Aksi Hansen pun mendapat dukungan luas di media sosial dan mengkritik komentar kades tersebut.
"Pa Kades, Anda jangan membuat malu Indonesia. Seharusnya berterima kasih daripada mencemooh. Anda tidak melihat bagaimana warga desa di sana bergotong royong dari anak-anak sampai dewasa. Tidak pantas bagi Anda untuk berkata seperti itu. Salut untuk @thekristianhansen, kamu luar biasa! Kami bangga padamu. Salam hormat dari Banjarmasin," komentar akun @uc***. (*/Shofia)