Nasional, gemasulawesi - Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah menjadi topik pembicaraan yang hangat belakangan ini.
Program Tapera ini mewajibkan setiap pekerja, baik itu pegawai negeri maupun swasta, untuk menabung sebesar 3 persen dari gaji mereka, di mana 2,5 persen berasal dari pekerja dan 0,5 persen dari pemberi kerja.
Tujuan utama dari program Tapera adalah membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) agar dapat memiliki rumah sendiri.
Dana yang terkumpul dari program Tapera ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti pembiayaan kepemilikan rumah pertama, renovasi, atau pembangunan rumah bagi peserta yang memenuhi syarat.
Salah satu manfaat utama dari program ini adalah pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan tenor hingga 30 tahun, uang muka mulai dari 0 persen, dan suku bunga tetap sebesar 5 persen hingga lunas.
Hal ini tersedia bagi masyarakat dengan penghasilan maksimal Rp8 juta per bulan, atau Rp10 juta per bulan khususnya di Papua.
Contoh kasus yang dapat memberikan gambaran nyata mengenai manfaat Tapera adalah saat seseorang membeli rumah seharga Rp400 juta dengan tenor 20 tahun, uang muka 10 persen, dan menggunakan manfaat Tapera dengan bunga 5 persen.
Dalam hal ini, pembayaran per bulan menjadi sekitar Rp2,37 juta. Jika tidak menggunakan manfaat Tapera dengan bunga 11 persen, pembayaran bulanan akan mencapai sekitar Rp3,71 juta.
Perbedaan yang signifikan ini, sekitar Rp1,34 juta per bulan, memiliki dampak yang besar terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Namun, ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan terkait program Tapera ini.
Misalnya, bagi mereka yang sudah memiliki rumah atau memiliki penghasilan di atas batas tertentu, manfaat dari program Tapera mungkin tidak sesuai.
Mereka yang memiliki pendapatan di atas Rp8 juta per bulan, misalnya, hanya akan mendapatkan manfaat berupa pemupukan (investasi) dari program ini.
Selain itu, bagi pekerja dengan pendapatan di bawah upah minimum, mereka tidak diwajibkan untuk ikut program Tapera, namun masih diperbolehkan untuk bergabung secara sukarela.
Intinya, program Tapera memiliki tujuan yang mulia untuk membantu Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) agar dapat memiliki rumah sendiri dengan kemudahan pembiayaan yang terjangkau.
Selain itu, program ini juga memiliki ketentuan dan batasan tertentu yang perlu diperhatikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing peserta.
Namun, belakangan ini program Tapera justru mendapat banyak penolakan dari warga.
Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemerintah telah melakukan perhitungan yang matang sebelum mengesahkan aturan mengenai pemotongan gaji karyawan swasta sebesar 3 persen untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.
Pemotongan gaji untuk Tapera direncanakan akan dilaksanakan mulai tahun 2027.
Dalam penjelasannya, Presiden Jokowi menyatakan bahwa proses perhitungan tersebut melibatkan berbagai pertimbangan, termasuk kemampuan masyarakat untuk menanggung pemotongan tersebut.
"Semua sudah dihitung, kan. Biasanya, dalam kebijakan yang baru itu, masyarakat juga pasti mempertimbangkan, apakah mampu atau tidak, berat atau ringan," ujar Jokowi.
Beberapa masyarakat pun kini menyerbu Instagram Presiden Jokowi untuk menyuarakan keluhannya terkait program ini.
“Pak saya nolak adanya potongan TAPERA pak. Gaji naik gak seberapa udah di potong lagi pak 2.5 persen pula. Saya udah nyicil rumah dari developer swasta pak, mending duit potongannya saya pake buat bayar cicilan rumah saya pak. Tolong lah jangan bebanin rakyat yang masih mau berjuang buat hidup dari hasil kerja sendiri pak. Tolong di kaji lagi,” ungkap akun @rev***.
Tak sedikit dari mereka yang khawatir akan adanya korupsi atau penyelewangan dana dari pihak-pihak terkait seperti pada kasus-kasus sebelumnya.
“Bapak gak ingat kasus-kasus seperti ASABRI, TASPEN, dan JIWASRAYA. Dengan TAPERA, tampaknya Bapak membuka peluang baru untuk kasus korupsi. Bapak, jangan terlalu polos ya, karena ada banyak bawahan Bapak yang kocak. Silakan saja jika memang TAPERA akan dijalankan, tapi tolong seimbangkan dengan undang-undang perampasan aset, agar kami, masyarakat yang sering tidak diajak diskusi, tidak tiba-tiba disuruh menerima kebijakan kocak. Setidaknya, bisa sedikit tenang,” ungkap akun @her**. (/Shofia)