Nasional, gemasulawesi - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berencana memperkuat sistem peringatan dini untuk bencana tersebut, terutama di sekitar Gunungapi Marapi.
Langkah ini diambil BMKG menyusul bencana banjir lahar hujan dan tanah longsor yang melanda Sumatra Barat yang terus memakan korban.
BMKG berperan penting dalam upaya ini, dengan fokus utama pada pengembangan sistem peringatan dini untuk banjir lahar hujan atau 'galodo', istilah lokal untuk aliran sungai yang disertai sedimen dan air dengan kecepatan tinggi.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menekankan perlunya sistem peringatan dini yang lebih spesifik dan langsung terkait dengan kondisi banjir lahar, bukan hanya peringatan hujan seperti yang selama ini dikeluarkan oleh BMKG.
Dwikorita menjelaskan bahwa sistem peringatan dini yang ada harus dilengkapi dengan alat pengukur tinggi muka air di sungai aliran lahar.
"Harus ada alat untuk mengukur tinggi muka air di sungai aliran lahar, seperti bentang kabel yang jika terputus akan memicu bunyi sirine. Alat ini harus dipasang di hulu sungai," kata Dwikorita.
Ini bertujuan untuk memberikan peringatan langsung kepada masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana, sehingga mereka dapat segera mengungsi saat ada tanda-tanda bahaya.
Setelah melakukan analisis di wilayah Sumatra Barat, BMKG menemukan bahwa meskipun sedang musim kemarau, daerah tersebut tetap mengalami hujan, yang meningkatkan risiko banjir lahar.
Dwikorita menekankan pentingnya kesiapsiagaan dan mitigasi jangka panjang.
"Karena banyaknya pertemuan sungai di sekitar kaki Gunungapi Marapi, diperlukan langkah-langkah mitigasi yang kuat untuk mengantisipasi ancaman bencana yang lebih besar di masa depan," jelasnya.
Selain itu, Dwikorita juga menggarisbawahi pentingnya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) yang telah diterapkan dan akan terus dilanjutkan untuk mengurangi curah hujan.
TMC diharapkan dapat membantu mengurangi intensitas hujan dan memperlambat turunnya hujan, yang berkontribusi pada pencegahan banjir lahar.
BMKG juga siap memberikan dukungan informasi terkait prakiraan cuaca dan curah hujan secara terus-menerus.
Untuk langkah mitigasi fisik, Dwikorita menyarankan pembangunan sabo dam di sepanjang sungai yang berpotensi dialiri lahar.
Sabo dam ini tidak hanya berfungsi untuk menahan aliran lahar tetapi juga akan dilengkapi dengan sistem peringatan dini banjir lahar hujan.
"Pembangunan sabo dam ini penting sebagai bagian dari infrastruktur mitigasi di aliran lahar dingin," tambahnya.
Langkah-langkah yang diambil oleh BMKG dan BNPB ini merupakan bagian dari upaya prabencana yang meliputi pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, dan peringatan dini. Upaya ini sesuai dengan amanah UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang bertujuan untuk mengurangi risiko bencana di masa mendatang dan meminimalisir dampak korban jiwa.
"Edukasi masyarakat dan peningkatan kapasitas dalam menghadapi ancaman bencana juga menjadi kunci penting dalam upaya mitigasi ini," tutup Dwikorita. (*/Shofia)