Kupas Tuntas, gemasulawesi - Tugu Kartonyono adalah sebuah ikon Kota Ngawi, menggambarkan keindahan harmoni antara masa lalu dan masa kini.
Sebagai landmark yang mencuat di tengah perempatan, tugu ini menarik perhatian banyak pengunjung dengan keunikan arsitekturnya.
Sebelumnya, perempatan ini dikenal dengan Tugu Jam dan Tugu Adipura.
Baca Juga:
Yuk Intip Keindahan Alam yang Megah Puncak Hanoman Kendalisodo, Surga Tersembunyi di Jawa Tengah
Namun, dengan visi modernitas yang diusung oleh Bupati Ngawi, Budi Sulistyono, Tugu Kartonyono berdiri megah sebagai simbol baru yang menggabungkan elemen-elemen tradisional dengan konsep kekinian.
Lagu populer berjudul ‘Kartonyono Medot Janji’ turut memberikan magnet tersendiri pada tempat ini.
Dengan lirik yang menghanyutkan, tugu ini menjadi tujuan wajib para pelancong yang penasaran dengan kisah di balik lagu yang menyayat hati tersebut.
Nama ‘Kartonyono’ sendiri merujuk pada sosok Bapak Kartonyono, Kepala Desa Margomulyo, yang pekarangannya berada di perempatan ini.
Harapan besar pun tersemat dalam nama tersebut, mencerminkan keinginan untuk kemakmuran, kesuksesan, dan kesejahteraan bagi masyarakat Ngawi.
Tugu Kartonyono, yang menampilkan bentuk gading gajah dan manusia purba, tidak hanya sekadar menarik secara visual.
Filosofi yang terkandung di balik rancangannya menyiratkan rasa syukur dan harapan akan kemajuan pendidikan, ekonomi, budaya, dan teknologi di kota ini.
Berdiri kokoh di tengah Perempatan Kartonyono, tugu ini tidak hanya menjadi simbol identitas Ngawi, tetapi juga menandai perubahan penting dalam infrastruktur kota.
Sebagai penghubung Ngawi dengan Caruban, pembangunan jembatan Dungus telah mengubah perempatan menjadi pusat aktivitas yang lebih dinamis.
Baca Juga:
Menelusuri Keindahan dan Misteri Goa Putri dengan Destinasi Wisata Alam yang Memikat di Jawa Timur
Dengan keindahan arsitektur yang memesona dan makna yang dalam, Tugu Kartonyono tidak hanya menjadi objek wisata, tetapi juga simbol kebanggaan bagi warga Ngawi.
Ia menceritakan cerita tentang masa lalu yang bersemi dalam era modernitas, menunjukkan bahwa warisan budaya tetap relevan di tengah arus perkembangan zaman. (*/CAM)