Nasional, gemasulawesi - Pada pagi hari Senin, kualitas udara Jakarta masuk kategori tidak sehat dan berada di urutan kelima kota dengan polusi terburuk di dunia.
Berdasarkan situs pemantau kualitas udara IQAir pukul 05.50 WIB, AQI Jakarta tercatat 183.
Angka ini menunjukkan udara di kota termasuk dalam kategori tidak sehat.
Polusi terutama berasal dari PM2,5 dengan konsentrasi 100,5 mikrogram per meter kubik.
Baca Juga:
Ribuan Ojol Gelar Aksi di DPR, 6.118 Personel Gabungan Dikerahkan Amankan Unjuk Rasa
Angka tersebut mengindikasikan udara tidak sehat bagi kelompok sensitif.
Kondisi ini bisa berdampak buruk bagi manusia maupun hewan yang peka terhadap polusi.
Udara yang tercemar juga berpotensi merusak tumbuhan dan menurunkan nilai estetika lingkungan.
Situs pemantau kualitas udara menyarankan warga untuk membatasi aktivitas di luar ruangan.
Baca Juga:
MK Perintahkan Pembentukan Lembaga Independen Awasi Sistem Merit ASN
Jika harus berada di luar, disarankan memakai masker dan menutup jendela agar udara kotor tidak masuk ke dalam rumah.
Kualitas udara dibagi dalam beberapa kategori berdasarkan konsentrasi PM2,5.
Kategori baik (0-50) tidak berdampak pada kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, bangunan, maupun nilai estetika.
Kategori sedang (51-100) aman untuk manusia dan hewan, tetapi dapat memengaruhi tumbuhan sensitif dan estetika lingkungan.
Kategori sangat tidak sehat (200-299) berpotensi merugikan kesehatan sebagian kelompok populasi, sedangkan kategori berbahaya (300-500) dapat menimbulkan dampak serius bagi kesehatan masyarakat.
Beberapa kota dengan kualitas udara terburuk adalah Delhi, India (425); Lahore, Pakistan (252); Kuwait City, Kuwait (188); dan Mumbai, India (182).
Jakarta memiliki jaringan pemantauan udara terintegrasi terbesar di Indonesia dengan 111 SPKU aktif di seluruh kota.
Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menyebut sistem ini menggabungkan stasiun referensi dan sensor murah di titik strategis.
Baca Juga:
Pemeriksaan Dapur MBG di Pulau Kelapa Pastikan Kesehatan dan Higienitas Menu Anak
“Dengan sistem terintegrasi ini, kami bisa memantau udara secara langsung dan segera melakukan tindakan untuk melindungi kesehatan masyarakat,” kata Asep.
Jaringan ini dibangun melalui kerja sama DLH DKI, KLH, BMKG, masyarakat, perguruan tinggi, dan mitra swasta.
Jakarta juga sedang menyiapkan sistem peringatan dini (early warning system/EWS) untuk polusi udara sebagai upaya antisipasi dan respons terhadap kemungkinan peningkatan pencemaran. (ANTARA)