Nasional, gemasulawesi - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi pernyataan yang disampaikan oleh Khalid Zeed Abdullah Basalamah, seorang pendakwah sekaligus pemilik biro perjalanan haji PT Zahra Oto Mandiri atau Uhud Tour.
Pernyataan tersebut berkaitan dengan pengembalian sejumlah uang yang diduga terkait dengan perkara kuota haji.
KPK memastikan bahwa pengembalian dana itu memang ada hubungannya dengan kasus dugaan penyimpangan dalam pengelolaan kuota haji.
“Ya, benar,” kata Ketua KPK, Setyo Budiyanto, membenarkan hal tersebut.
Baca Juga:
Komisi II Desak Mendagri Hentikan Pemangkasan Dana Transfer Daerah
Meskipun begitu, Setyo menyatakan bahwa KPK belum memverifikasi jumlah uang yang sudah dikembalikan oleh Khalid Basalamah.
Sebelumnya, Khalid yang juga menjabat sebagai ketua asosiasi biro perjalanan haji Majelis Utama Travel Indonesia Arahan Haji dan Umrah (Mutiara Haji) menceritakan pengalamannya sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan pelaksanaan ibadah haji di Kementerian Agama pada tahun 2023–2024 melalui kanal YouTube Kasisolusi yang diunggah pada 13 September 2025.
Khalid mengungkapkan bahwa awalnya dirinya bersama 122 jemaah haji dari Uhud Tour telah membayar biaya visa haji furoda, termasuk akomodasi dan transportasi di Arab Saudi.
Kemudian, Komisaris PT Muhibbah Mulia Wisata, Ibnu Mas’ud, menghubungi Sekretaris Jenderal Mutiara Haji, Luthfi Abdul Jabbar, dan terjadi pertemuan antara pejabat Mutiara Haji dengan Ibnu Mas’ud.
Baca Juga:
BKPM Ajukan Tambahan Anggaran 2026, Soroti Pentingnya Perbaikan Layanan Perizinan dan Sistem OSS
Dalam pertemuan itu, Ibnu Mas’ud menawarkan visa haji khusus yang merupakan bagian dari 20.000 kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi yang disebutnya resmi dan dapat langsung berangkat.
Meski demikian, Khalid mengaku tidak tertarik dengan tawaran tersebut. Namun, ketika ditawarkan bahwa visa haji khusus tersebut juga memberikan fasilitas maktab VIP dekat dengan jamarat, Khalid merasa penawaran itu cukup menggoda.
“Ini akhirnya menarik nih. Oh kami bisa masuk sini nih. Selain visanya resmi, kami juga bisa dapat maktab VIP,” ujarnya.
Khalid menjelaskan bahwa setiap jemaah haji dikenakan biaya 4.500 dolar Amerika Serikat untuk mendapatkan visa beserta fasilitas tersebut.
Baca Juga:
Komisi II Desak Mendagri Hentikan Pemangkasan Dana Transfer Daerah
Namun, dari 122 jemaah, ada 37 orang yang visanya belum diurus oleh Ibnu Mas’ud dan diminta membayar tambahan 1.000 dolar AS per orang.
Baru kemudian Khalid menyadari bahwa uang tersebut dianggap sebagai biaya jasa oleh Ibnu Mas’ud.
“Saya bertanya mengapa tiba-tiba dia meminta biaya jasa, tapi dia malah bilang saya tidak mengerti,” ujarnya.
“Ia bilang, ‘Kamu sudah dibantu ini itu, kamu ustaz, masa tidak paham?’” lanjut Khalid menirukan ucapan Ibnu Mas’ud.
Baca Juga:
Bulog Pastikan Beras Bantuan dan SPHP Layak Konsumsi dengan Kualitas Terjaga
Khalid merasa heran dengan sikap itu karena sebagai ustaz, dia tahu soal halal dan haram.
Namun, Ibnu Mas’ud malah mengancam tidak akan mengurus visa para jemaahnya jika tidak membayar.
“Dia bilang jemaah Uhud tidak akan diurus lagi kecuali kami bayar, dan akhirnya kami membayar karena tidak ada pilihan lain,” ungkap Khalid.
Setelah ibadah haji selesai, Khalid mengaku bahwa Ibnu Mas’ud mengembalikan uang 4.500 dolar AS yang sudah dibayarkan oleh tiap jemaah.
Baca Juga:
DPR Bantah Terima Surat Presiden Terkait Pergantian Kapolri
Ia menambahkan, KPK meminta pengembalian uang tersebut, dan pihaknya telah memenuhi permintaan itu.
“Kami datang ketika KPK memanggil, lalu mengembalikan uang yang diminta. Kami mengikuti semua prosedur,” ujar Khalid.
Sementara itu, KPK telah mengumumkan dimulainya penyidikan dugaan korupsi terkait penentuan kuota dan pelaksanaan ibadah haji di Kementerian Agama untuk tahun 2023-2024 pada 9 Agustus 2025.
KPK mengumumkan penyidikan kasus ini usai meminta keterangan dari mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, pada 7 Agustus 2025 sebagai bagian dari proses penyelidikan.
Pada waktu yang sama, KPK juga menginformasikan bahwa pihaknya sedang berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian negara dalam perkara kuota haji tersebut.
Kemudian, pada 11 Agustus 2025, KPK mengungkapkan bahwa kerugian negara sementara ditaksir mencapai lebih dari Rp1 triliun, serta mengambil langkah pencegahan terhadap tiga orang agar tidak bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Di luar proses penyelidikan yang dilakukan KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menyoroti sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan haji tahun 2024.
Salah satu fokus utama temuan pansus adalah pembagian 20.000 kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi yang dibagi rata, masing-masing 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Baca Juga:
Purbaya Hadapi Tantangan Pajak dan Kepercayaan Investor sebagai Menteri Keuangan Baru
Namun, pembagian ini dianggap menyalahi aturan dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, di mana ketentuan yang berlaku seharusnya hanya mengalokasikan 8 persen untuk haji khusus dan 92 persen untuk haji reguler. (*/Zahra)