Nasional, gemasulawesi – Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menyatakan saat ini Kementerian Kesehatan sedang berupaya untuk memasifkan atau memperbanyak pelatihan untuk konselor ASI eksklusif di puskesmas-puskesmas yang ada di Indonesia.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengatakan jika pihaknya menilai keberadaan konselor ASI eksklusif penting untuk memaksimalkan penurunan angka stunting di Indonesia.
Menurut Budi Gunadi Sadikin, para konselor ASI eksklusif nantinya akan bertugas dalam memberikan informasi dan juga membantu para ibu yang mengalami masalah saat masa menyusui.
Budi menilai jika keberadaan para konselor ASI eksklusif penting dikarenakan salah satu faktor penyumbang tingginya angka stunting adalah kurangnya gizi bayi disebabkan tidak mendapatkan ASI eksklusif.
“Pelatihan konselor ASI eksklusif adalah bagian dari merevitalisasi puskesmas dan juga posyandu yang sejak adanya UU Otonomi Daerah dan zaman Orde Baru tidak tersentuh,” ungkapnya.
Menkes juga memaparkan sejauh ini Kementerian Kesehatan telah melatih sekitar 3.500 konselor ASI eksklusif di sejumlah puskesmas yang ada di Indonesia.
Namun, dia mengakui jika jumlah tersebut masih jauh dari jumlah yang ideal.
“Untuk jumlah idealnya adalah sekitar 10.000 orang atau setiap puskesmas mempunyai minimal 1 konselor ASI eksklusif,” katanya.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan menyatakan mengoptimalkan akurasi data stunting di Indonesia dari seluruh daerah melalui pelatihan SDM.
Budi menyatakan pelatihan SDM tersebut adalah dengan petugas pengukuran antropometri, seperti kader posyandu dan juga bidan.
Menkes menjelaskan Kementerian Kesehatan melatih SDM agar dapat mengukur data stunting dengan benar dengan menggunakan alat antropometeri.
“Dan ini hingga kini masih berjalan,” akunya.
Menurut Budi, pengukuran antropometri untuk mendeteksi stunting pada anak adalah dengan melalui pengukuran berat badan, panjang dan tinggi badan, serta lingkar atas dan kepala anak tersebut memiliki nilai yang penting agar anak-anak yang mengalami stunting memperoleh penanganan yang tepat.
“Sejauh ini, sekitar 50 hingga 60 persen petugas pengukuran antropometeri yang mampu melakukan pengukuran yang tepat dan juga sesuai dengan standar Kementerian Kesehatan,” ujarnya. (*/Mey)