Kasus DBD Kembali Naik pada 2024, Kemenkes Sebut Sistem Diagnosis Dengue Perlu Ditingkatkan untuk Mengetahui Penyakit yang Bersifat Zoonosis

Ket. Foto: Kemenkes Menyatakan Sistem Diagnosis Dengue Perlu untuk Ditingkatkan untuk Mengetahui Penyakit yang Bersifat Zoonosis Source: (Foto/iStock/@Chinnapong)

Nasional, gemasulawesi – Menurut laporan, Imran Pambudi, yang merupakan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan atau Kemenkes, menyatakan jika pada tahun 2024, kasus DBD kembali naik.

Dalam keterangannya kemarin, 22 April 2024, Imran Pambudi mengatakan jika kenaikan kasus DBD di tahun 2024 tersebut dikarenakan perubahan iklim yang terjadi.

Imran Pambudi menyampaikan bahwa oleh karena itu, sistem diagnosis Dengue perlu ditingkatkan untuk dapat mengetahui penyakit yang bersifat zoonosis.

Baca Juga:
Resmi Jadi Tersangka, Pengemudi Arogan yang Mengaku Adik Jenderal Ternyata Dipinjami Pelat Dinas TNI dari Kakaknya yang Sudah Pensiun

“Serta penyakit yang disebabkan oleh lingkungan,” ujarnya.

Imran Pambudi mengungkapkan jika pada tahun 2023, Kementerian Kesehatan berhasil menurunkan kasus DBD dari 143 ribu kasus ke 115 ribu.

Dia menambahkan jika Indonesia memerlukan deteksi, seperti yang Menteri Kesehatan pernah mengatakan tentang rapid test.

Baca Juga:
Ngaku Sebagai Anak Tentara, Aksi Sopir Bus MGI yang Ugal-Ugalan dan Terlibat Adu Mulut dengan Pengendara Lain Viral di Media Sosial

“Hal ini dikarenakan perlu didistribusikan di fasilitas kesehatan dasar di Indonesia,” katanya.

Imran mengakui jika Dengue mempunyai konsekuensi yang parah jika terlambat ditangani.

Menurutnya, setelah Covid 19, gejala-gejala DBD sudah tidak lagi berupa gejala klasik sehingga hal tersebut memerlukan kewaspadaaan.

Baca Juga:
Heboh Soal Persyaratan IPK 3,5 dan Skor TOEFL Minimal 500 untuk Melamar Kerja, VP Public Relations PT Kereta Api Indonesia Buka Suara

“Karena kasus DBD yang kami ketahui tidak mempunyai atau menunjukkan gejala,” ucapnya.

Imran memaparkan diperlukan adanya sistem yang sensitif untuk mendeteksi penyakit tersebut.

“Sistem yang dimaksud harus dapat mendeteksi penyakit, baik penyakit yang ditularkan melalui binatang atau zoonosi atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan, termasuk perubahan iklim,” paparnya.

Baca Juga:
Calon Jemaah Diingatkan Waspada, Kemenag Harap Masyarakat Lebih Kritis Jika Mendapat Tawaran Penggunaan Visa Lain untuk Haji

Imran Pambudi menyatakan jika perubahan iklim yang terjadi tidak hanya membebani pelayanan kesehatan karena membuat kasus mengalami peningkatan, namun, perbuahan iklim juga akan menjadi beban untuk sistem kesehatan, yang salah satu contohnya adalah kekeringan.

Dia menerangkan bahwa saat desa dilanda kekeringan, maka orang-orang akan memilih untuk pindah ke kota.

“Perpindahan yang terjadi akan membuat kota semakin padat dan hal itu pada akhirnya membuat kasus semakin meningkat,” jelasnya.

Baca Juga:
Mengejutkan! Presiden Jokowi Ungkap Kerugian TPPU Melalui Aset Kripto Capai Rp139 Triliun, PPATK Diminta Segera Menindak Tegas

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan menyampaikan jika per minggu ke-15 tahun 2024, sekitar 475 orang meninggal dikarenakan DBD, sedangkan kasus DBD yang tercatat sebanyak 62.001 kasus. (*/Mey)

Bagikan: