Nasional, gemasulawesi - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia, Susi Pudjiastuti, menyatakan dukungannya terhadap langkah Presiden Prabowo Subianto yang berencana mengirimkan 1.000 burung hantu untuk mengatasi hama tikus di lahan pertanian.
Gagasan tersebut disampaikan oleh Prabowo saat menghadiri panen raya serentak di Desa Randegan Wetan, Kecamatan Jati 7, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat pada 6 April 2025.
Dalam kesempatan itu, Prabowo berjanji akan memberikan bantuan berupa burung hantu untuk menjadi musuh alami tikus yang selama ini menjadi masalah serius bagi petani.
Langkah Prabowo itu langsung mendapatkan apresiasi dari Susi Pudjiastuti. Ia menilai bahwa penggunaan burung hantu adalah solusi yang alami dan berkelanjutan untuk membasmi hama tikus di sawah.
Menurutnya, pendekatan ini lebih ramah lingkungan daripada metode kimiawi yang justru bisa merusak ekosistem secara jangka panjang.
Melalui akun X resminya, Susi menyampaikan dukungannya secara terbuka.
"PakPresiden @prabowo sangat benar, pembasmi atau musuh alami tikus di sawah adalah Burung hantu; Lebih sustainable dan alami," tulis cuitan Susi Pudjiastuti pada akun X resminya @susipudjiastuti pada Sabtu 12 April 2025.
Sikap Susi tersebut seolah menjadi penegasan bahwa solusi berbasis ekosistem seharusnya lebih diutamakan dalam penanganan persoalan hama di sektor pertanian.
Ia juga menggarisbawahi bahwa dalam banyak praktik pertanian berkelanjutan, burung hantu telah terbukti efektif dalam menekan populasi tikus tanpa harus mengandalkan racun atau pestisida yang dapat mencemari lingkungan.
Namun, dalam lanjutan cuitannya, Susi juga sempat melontarkan sindiran kepada pihak-pihak yang tidak sepakat dengan kebijakan tersebut, khususnya kepada sejumlah ilmuwan yang menilai bahwa penggunaan burung hantu dalam jumlah besar bisa berdampak buruk bagi keseimbangan ekosistem.
Pernyataan itu ditujukan salah satunya kepada Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yudhistira Nugraha, yang sempat memperingatkan bahwa kehadiran burung hantu dalam jumlah besar berpotensi mengganggu tatanan ekosistem lokal.
"Adalah aneh kalau ilmuwan bilang burung hantu berbahaya untk ekosistem. Manusialah yg justru lebih berbahaya untk Ekosistem." Lanjut cuitan Susi.
Pandangan kritis dari Susi tersebut memunculkan kembali perdebatan lama tentang batas intervensi manusia dalam alam.
Di satu sisi, para ilmuwan menyerukan kehati-hatian terhadap perubahan mendadak dalam jumlah predator alami di suatu wilayah, sementara di sisi lain, para praktisi dan pemerhati lingkungan seperti Susi lebih menekankan pentingnya solusi alami dibanding penggunaan bahan kimia sintetis. (*/Risco)