Nasional, gemasulawesi - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal kembali terjadi di sektor tekstil, memicu kekhawatiran akan dampak lanjutan di industri lainnya.
Ribuan karyawan PT Sri Rejeki Isman (Sritex), salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, terpaksa kehilangan pekerjaan akibat derasnya arus impor produk tekstil dari luar negeri.
Fenomena ini mendapat sorotan tajam dari DPR yang menilai pemerintah gagal mengendalikan lonjakan impor.
Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Aimah Nurul Anam menegaskan bahwa kebijakan impor yang tidak terkendali harus segera dievaluasi.
Ia khawatir, jika tidak ada langkah konkret, masalah ini akan meluas ke sektor industri lainnya.
"Kami khawatir ini tidak hanya terjadi di sektor tekstil, tapi juga merembet ke sektor lain. Kalau impor terus dibiarkan tanpa regulasi yang jelas, maka industri lokal akan semakin terhimpit," tegas Mufti dikutip pada Selasa, 4 Maret 2025.
Salah satu isu yang menjadi perhatian adalah keberadaan gudang e-commerce besar di Tanjung Priok.
Diduga, barang impor yang masuk ke gudang tersebut langsung didistribusikan ke konsumen tanpa melalui pemeriksaan ketat di bea cukai.
Baca Juga:
Asisten AI Baru, Lime AI, Telah Hadir untuk Membantu Anda Mengelola Stres Kapan pun dan di Mana Saja
Hal ini membuat produk impor semakin mendominasi pasar, mengalahkan barang lokal yang harus bersaing dengan harga yang jauh lebih murah.
Mufti menyoroti kurangnya pengawasan dari Kementerian Perdagangan terkait persoalan ini. Ia meminta pemerintah segera bertindak tegas untuk mengendalikan arus impor yang merugikan produsen dalam negeri.
"Kalau barang impor bisa masuk dan dijual tanpa regulasi yang ketat, bagaimana mungkin industri lokal bisa bersaing? Ini harus segera ditindaklanjuti," ujarnya.
Selain impor, Mufti juga menyoroti lemahnya pengawasan di sektor perdagangan digital.
Baca Juga:
Tecno Memperkenalkan Dua Kacamata Pintar Baru dengan Fitur-fitur yang Didukung Kecerdasan Buatan
Ia menyinggung praktik influencer yang kerap mempromosikan produk impor secara tidak etis, bahkan ada kasus pemerasan terhadap pengusaha makanan hingga ratusan juta rupiah.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti dugaan mega korupsi di PT Pertamina yang kembali mencuat.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa bahan bakar dari Pertamina menyebabkan kerusakan kendaraan, memicu keresahan di kalangan masyarakat.
Menurut Mufti, pemerintah seperti kehilangan kendali dalam mengawasi peredaran barang dan kebijakan perdagangan. Jika situasi ini dibiarkan, maka dampaknya akan semakin meluas ke berbagai sektor industri lainnya.
Baca Juga:
2 Warga Sipil Tewas Akibat Tembakan Pasukan Penjajah Israel di Pusat Rafah Selatan Jalur Gaza
Mufti menegaskan bahwa pemerintah harus segera mengambil langkah konkret untuk mengendalikan impor, memperketat regulasi perdagangan digital, dan meningkatkan pengawasan terhadap sektor energi.
Jika tidak, ancaman terhadap industri nasional akan semakin besar, mengakibatkan lebih banyak PHK dan melemahnya daya saing produk lokal.
"Ini bukan sekadar masalah harga, tapi juga kelangsungan hidup jutaan pekerja Indonesia. Jika pemerintah tidak segera bertindak, kita akan kehilangan lebih banyak industri dan tenaga kerja," pungkasnya. (*/Shofia)