Nasional, gemasulawesi - Sopyah, seorang perempuan dari Indramayu, telah menciptakan inspirasi dan kesedihan di hati banyak orang melalui kisah hidupnya yang penuh perjuangan.
Keputusan Sopyah untuk menyamar sebagai seorang laki-laki bukanlah semata untuk mencari sensasi atau keuntungan pribadi.
Hal ini terpaksa dijalani Sopyah agar bisa bertahan hidup bersama sang adik, dalam menghadapi kesulitan ekonomi yang menekan.
Kisah perjalanan hidupnya dimulai ketika Sopyah memilih untuk putus sekolah dan bekerja sebagai kuli bangunan.
Alasannya yang paling mendasar adalah demi membiayai kebutuhan sehari-hari dan biaya pendidikan adiknya, Syamsul, yang saat itu masih berusia 15 tahun.
Keputusan ini, meski pahit, diambil dengan penuh tanggung jawab dan cinta kepada keluarga.
Namun, kehidupan Sopyah semakin berat setelah kepergian ibunya pada tahun 2023 karena penyakit kanker.
Kondisi keluarga yang semakin terpukul membuat sang ayah merantau ke luar daerah untuk mencari nafkah.
Meskipun demikian, keterbatasan ekonomi tetap mengikat keluarga Sopyah dalam kemiskinan yang menyedihkan.
Ongkos untuk pulang ke kampung halaman pun tak mampu dijangkau, memaksa mereka tinggal di kuburan dengan fasilitas yang sangat terbatas.
Dalam sebuah podcast yang diunggah pada 4 Juni 2024, Sopyah dengan lantang dan jujur menceritakan perjuangannya kepada Deddy Corbuzier.
Ia menyatakan bahwa tidak memiliki rumah dan hanya tinggal di atas tikar di kuburan.
"Saya tidak punya rumah, om. Saya tinggal sementara di atas makam, jadi tidur di atass makam ini hanya menggunakan tikar," ungkap Sopyah.
Meski takut, Sopyah terpaksa tinggal di kuburan dalam 2 tahun terakhir karena tak ada pilihan lain.
“Kalau dibilang serem ya serem sih om, tapi saya mau kemana lagi, kan ngga ada tujuan lain lagi. Jadi udah 2 tahun ini tinggal di kuburan,” tambahnya.
Ia pun mengaku mempunyai penghasilan yang tak menentu dari pekerjaannya sebagai kuli bangunan.
Hanya sekitar Rp100 ribu hingga Rp200 ribu saja uang yang berhasil didapat Sopyah per hari.
Namun, penghasilan tersebut tidak cukup untuk menyewa tempat tinggal layak, sehingga ia dan adiknya terpaksa tinggal dalam kondisi yang tidak nyaman.
Meskipun mendapat pekerjaan dan bantuan untuk menyekolahkan adiknya, Sopyah dan keluarganya tidak mendapatkan tawaran untuk memindahkan mereka ke tempat yang lebih layak dari pemerintah setempat.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun telah dikenal luas oleh masyarakat, kehidupan Sopyah tetap dalam kemiskinan yang memprihatinkan.
Kisah Sopyah menjadi cerminan bahwa kehidupan tidak selalu mudah, dan tanggung jawab seorang kakak perempuan dalam keluarga bisa sangat berat.
Meskipun demikian, semangat dan kekuatan Sopyah sebagai wanita yang bertanggung jawab terhadap keluarganya patut diacungi jempol. (*/Shofia)