Kupas Tuntas, gemasulawesi – Dua Garis Biru muncul sebagai salah satu film Indonesia yang mencuri perhatian dengan cara yang fenomenal pada saat perilisannya.
Daya tarik film ini terletak pada keberaniannya untuk mengangkat topik yang sebelumnya dianggap sebagai tabu oleh masyarakat Indonesia yaitu kehamilan di luar pernikahan.
Menggali lebih dalam ke dalam ceritanya, Dua Garis Biru bukan hanya sekadar narasi tentang kisah cinta remaja yang kompleks, tetapi juga menyematkan beragam pesan moral yang mendalam, terutama untuk kalangan remaja.
Film ini berfungsi sebagai cermin bagi penonton, memaksa mereka untuk memahami konsekuensi dari tindakan yang mereka ambil, terutama dalam konteks hubungan pranikah yang menghasilkan kehamilan.
Penting untuk dicatat bahwa film ini tidak hanya mendapatkan perhatian dari penonton, tetapi juga diakui melalui sejumlah penghargaan prestisius.
Dua Garis Biru meraih Skenario Asli Terbaik di Festival Film Indonesia 2019, memperoleh penghargaan Film Bioskop Terpuji di Festival Film Bandung 2019 dan dinobatkan sebagai Film Terfavorit di Indonesian Movie Actors Awards 2020.
Pengakuan ini tidak hanya mencerminkan keberhasilan artistik film ini, tetapi juga menunjukkan dampaknya yang mendalam di kalangan penonton dan industri film.
Kisah yang dihadirkan dalam Dua Garis Biru berkisah tentang Dara (Adhisty Zara) dan Bima (Angga Yunanda), sepasang remaja SMA yang terjebak dalam hubungan cinta yang begitu memabukkan hingga melahirkan konsekuensi tak terduga, yaitu kehamilan Dara.
Meskipun akhirnya Bima bertanggung jawab atas tindakan mereka, hubungan mereka tidak dapat sepenuhnya kembali seperti semula.
Mereka dihadapkan pada masalah-masalah dewasa yang seharusnya tidak menjadi beban mereka pada usia remaja, tetapi kini harus dihadapi sebagai bagian dari konsekuensi yang tidak terhindarkan.
Film ini tidak hanya menggambarkan dinamika rumit hubungan antara Dara dan Bima, tetapi juga menyoroti kompleksitas dari kehidupan remaja modern.
Melalui kisah mereka, penonton dihadapkan pada realitas yang seringkali diabaikan, bahwa keputusan impulsif dapat membawa dampak jauh ke depan.
Dalam konteks ini, Dua Garis Biru memaksa penonton untuk merenung tentang tanggung jawab, konsekuensi, dan perjalanan menuju kedewasaan.
Keberhasilan film ini tidak hanya bergantung pada narasinya yang kuat, tetapi juga pada penampilan memukau dari para pemainnya.
Adhisty Zara dan Angga Yunanda berhasil membawa kehidupan ke dalam karakter Dara dan Bima, menghadirkan nuansa emosional yang meyakinkan.
Kedalaman dan autentisitas akting mereka berkontribusi pada daya tarik dan keberhasilan keseluruhan film.
Melalui penghargaan dan pujian yang diterimanya, Dua Garis Biru tidak hanya menjadi film yang sukses secara komersial, tetapi juga mencapai pencapaian artistik yang luar biasa.
Dengan menyentuh aspek-aspek sensitif kehidupan remaja, film ini melayani sebagai suatu bentuk pengingat bagi penonton akan kompleksitas kehidupan dan pentingnya memahami implikasi dari setiap tindakan.
Dengan daya tariknya yang mendalam dan relevansinya dengan isu-isu sosial, Dua Garis Biru menjadi lebih dari sekadar film tentang cinta remaja.
Baca Juga: Membangkitkan Emosi Para Penontonnya, Yuk Intip Kisah dari Film Preman dengan Aksi Menarik
Film ini berfungsi sebagai alat untuk menggugah kesadaran, membuka percakapan, dan memberikan wawasan mendalam tentang kehidupan remaja modern.
Pada intinya, Dua Garis Biru adalah sebuah pencapaian sinematik yang tidak hanya menghibur, tetapi juga memotivasi dan memberikan makna bagi mereka yang bersedia membuka mata terhadap pesan moral yang terkandung di dalamnya. (*/Riski Endah Setyawati)