Pengakuan Saksi Soal Uang Suap Rp60 Miliar dalam Kasus Korupsi Ekspor CPO

Advokat Ariyanto tengah memberikan kesaksian dalam sidang terkait dugaan suap untuk mempengaruhi putusan kasus korupsi CPO. Source: (Foto/ANTARA/Zahra)

Nasional, gemasulawesi - Ariyanto, saksi dalam kasus dugaan suap terkait putusan bebas (ontslag) dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) pada periode 2023-2025, menyatakan adanya transaksi uang suap.

Ia mengungkapkan bahwa sejumlah dana sebesar Rp60 miliar diserahkan kepada para hakim, panitera, serta mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang terlibat dalam perkara tersebut.

Menurut Ariyanto, uang tersebut diberikan sebagai bagian dari upaya memengaruhi putusan dalam kasus korupsi ekspor CPO itu.

Kasus ini masih dalam proses pemeriksaan lebih lanjut di pengadilan, dengan Ariyanto sebagai salah satu saksi kunci yang memberikan kesaksian.

Baca Juga:
Dinkes Kalsel Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis di Sekolah, Libatkan 242 Puskesmas

Ariyanto, saksi dalam kasus dugaan suap terkait putusan bebas (ontslag) dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) pada periode 2023-2025, menyatakan adanya transaksi uang suap.

Ia mengungkapkan bahwa sejumlah dana sebesar Rp60 miliar diserahkan kepada para hakim, panitera, serta mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang terlibat dalam perkara tersebut.

Menurutnya, uang tersebut diberikan sebagai bagian dari upaya memengaruhi putusan dalam kasus korupsi ekspor CPO itu.

Kasus ini masih dalam proses pemeriksaan lebih lanjut di pengadilan, dengan Ariyanto sebagai salah satu saksi kunci yang memberikan kesaksian.

Baca Juga:
Inilah Sinopsis Dia Bukan Ibu, Film Drama Horor Indonesia yang Akan Tayang di Festival Film Internasional

Dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, pengacara tersebut menyatakan bahwa dirinya menyerahkan uang sebesar Rp60 miliar, sesuai permintaan awal yang dikabulkan.

Ia tidak keberatan dengan pernyataan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, yang menyebut uang yang diterima hanya Rp40 miliar.

Namun, pengacara itu menegaskan bahwa total uang yang diserahkan mencapai Rp60 miliar untuk dibagikan kepada para hakim, Wahyu, dan mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.

Ia juga mengaku pernah memberikan uang sebesar 5.000 dolar AS atau sekitar Rp75 juta kepada Wahyu, yang menurutnya diberikan sebagai “welcome drink” sebelum sidang perkara CPO dimulai, sementara Wahyu menyebutnya sebagai “uang baca berkas.”

Baca Juga:
Kemkomdigi Dukung Program Sekolah Rakyat Lewat Digitalisasi dan Konektivitas Internet

Ia menambahkan bahwa perbedaan istilah itu hanyalah masalah sebutan semata.

Pengacara tersebut memberikan kesaksian dalam kasus dugaan suap terkait putusan lepas perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah pada 2023-2025.

Kasus ini menyeret mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, dan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, sebagai terdakwa.

Selain mereka, tiga hakim lain yang mengadili perkara tersebut, yaitu Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarief Baharudin, juga menjadi terdakwa.

Baca Juga:
Kejati Jatim Tahan Dua Tersangka Korupsi Belanja Hibah dan Pengadaan Barang SMK

Sebelumnya, jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung, Syamsul Bahri Siregar, menyampaikan bahwa kelima terdakwa menerima total uang suap sebesar 2,5 juta dolar AS atau sekitar Rp40 miliar.

Uang itu diterima dari beberapa pengacara yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi dalam kasus CPO, termasuk Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei, yang mewakili Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Secara detail, uang suap diterima dalam dua tahap. Tahap pertama berupa uang tunai 500 ribu dolar AS (sekitar Rp8 miliar), dengan pembagian Rp3,3 miliar untuk Arif, Rp800 juta untuk Wahyu, Rp1,7 miliar untuk Djuyamto, serta masing-masing Rp1,1 miliar untuk Agam dan Ali.

Tahap kedua berupa uang tunai 2 juta dolar AS (sekitar Rp32 miliar), dengan pembagian Rp12,4 miliar untuk Arif, Rp1,6 miliar untuk Wahyu, Rp7,8 miliar untuk Djuyamto, serta Rp5,1 miliar masing-masing untuk Agam dan Ali. (*/Zahra)

Bagikan: