Nasional, gemasulawesi - Juru Bicara Presiden RI, Prasetyo Hadi, memberikan tanggapan terkait munculnya usulan untuk menjadikan Presiden ke-2 Republik Indonesia, H.M. Soeharto, sebagai pahlawan nasional.
Wacana ini mengemuka setelah Kementerian Sosial (Kemensos) bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) melakukan pembahasan terhadap sejumlah nama yang diusulkan sebagai calon pahlawan nasional pada tahun 2025.
Dari sepuluh nama yang dibahas, nama Soeharto termasuk di dalamnya, yang kemudian memicu diskusi publik, terutama dari kalangan masyarakat sipil yang menolak usulan tersebut.
Meskipun ada suara-suara penolakan yang disampaikan oleh sebagian masyarakat sipil, Prasetyo Hadi berpendapat bahwa usulan tersebut merupakan sesuatu yang wajar dan layak untuk dipertimbangkan.
Baca Juga:
Heboh Anggota TNI Datangi Kampus UI, Denny Siregar Beri Sindiran: Gak Usah Terlalu Mikirin Sipil Pak
Menurutnya, setiap mantan presiden layak diberikan penghormatan oleh negara atas jasa dan pengabdiannya dalam memimpin bangsa di masanya.
Ia juga menyampaikan bahwa dalam pandangannya, tak ada yang salah dalam pengusulan gelar kehormatan untuk mantan presiden, termasuk Soeharto.
“Kami merasa apa salahnya? Menurut kami, mantan-mantan presiden itu sudah sewajarnya untuk mendapatkan penghormatan dari bangsa dan negara,” ujar Prasetyo Hadi pada Senin, 21 April 2025.
Pernyataan ini menjadi penegasan sikap dari pihak Istana terhadap polemik yang muncul di masyarakat.
Prasetyo juga mengutip pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto yang dalam beberapa kesempatan menyatakan pentingnya menghargai jasa para pendahulu yang telah berkontribusi besar dalam membangun Indonesia.
Ia menyebut bahwa posisi Indonesia saat ini merupakan hasil kerja keras dan perjuangan panjang dari para pemimpin sebelumnya, mulai dari Presiden Soekarno hingga Presiden Joko Widodo.
Prasetyo menekankan bahwa menghargai para pemimpin bukan berarti mengabaikan kekurangan mereka, namun perlu melihat secara utuh terhadap peran dan capaian yang telah diberikan.
Ia mengajak masyarakat untuk tidak hanya fokus pada sisi negatif atau kontroversi yang melekat pada seorang tokoh, melainkan juga memperhatikan dampak positif dan kontribusi besar yang telah diberikan bagi bangsa.
“Jangan selalu melihat yang kurangnya, kita lihat prestasinya,” sambung Prasetyo Hadi.
Wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto memang kerap memunculkan pro dan kontra.
Sebagian menilai sosok Soeharto berjasa besar dalam pembangunan nasional dan stabilitas negara, sementara yang lain mengkritik kebijakan otoriternya selama tiga dekade berkuasa. (*/Risco)