Nasional, gemasulawesi - Badan Gizi Nasional (BGN) menyoroti adanya penolakan terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Papua.
Program yang bertujuan meningkatkan kualitas gizi anak-anak ini ternyata mendapat respons beragam di beberapa daerah, termasuk penolakan dari sejumlah pelajar di Kota Wamena dan Kabupaten Jayawijaya.
Mereka menggelar aksi demonstrasi di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan pada Februari 2025, menyatakan keberatan atas implementasi program tersebut.
Dalam aksi tersebut, para demonstran berpendapat bahwa pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan pendidikan gratis daripada menyediakan makanan bergizi.
Mereka menilai bahwa akses pendidikan yang lebih luas dan terjangkau akan lebih berdampak positif bagi masa depan anak-anak di Papua dibandingkan pemberian makanan bergizi secara cuma-cuma.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BGN, Dadan Hindiana, menjelaskan bahwa program MBG merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di seluruh Indonesia.
Menurutnya, setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan akses makanan bergizi sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan dasar mereka.
Dadan juga memahami bahwa penolakan ini bisa saja terjadi akibat kurangnya pemahaman masyarakat mengenai manfaat dari program MBG.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa BGN tetap menghormati keputusan masyarakat yang belum ingin mengikuti program tersebut.
"Yang berhak menolak ya sementara kami maklumi dan mungkin belum tahu manfaatnya. Nanti kami secara persuasif dengan pemerintah daerah akan menyampaikan hal-hal terkait makan bergizi," kata Dadan, dikutip pada Minggu 2 Maret 2025.
Sebagai langkah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, BGN akan bekerja sama dengan pemerintah daerah di Papua guna melakukan pendekatan secara persuasif dan edukatif.
Upaya ini mencakup sosialisasi langsung kepada warga agar mereka memahami tujuan dan manfaat dari program MBG.
Dalam pelaksanaan sosialisasi tersebut, BGN akan mengutamakan dialog serta menyampaikan informasi melalui berbagai saluran, seperti pertemuan dengan tokoh masyarakat, pemuka agama, dan kader-kader kesehatan lokal.
Harapannya, dengan pendekatan ini, masyarakat yang sebelumnya menolak dapat melihat manfaat nyata dari program ini dan akhirnya bersedia menerimanya.
Di tengah situasi ini, diharapkan program MBG tetap dapat berjalan sesuai rencana tanpa mengabaikan aspirasi masyarakat setempat. (*/Risco)