Nasional, gemasulawesi - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI kembali menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentak dan produk kilang di Pertamina.
Diketahui bahwa dua tersangka baru tersebut adalah Maya Kusmaya, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, serta Edward Corne, VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
Informasi ini disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers yang digelar pada Rabu malam, 26 Februari 2025.
Penetapan tersangka ini dilakukan setelah proses penyelidikan yang mendalam terkait praktik pengadaan minyak yang tidak sesuai ketentuan dan berpotensi merugikan negara.
Sebelumnya, keduanya telah dipanggil sebagai saksi untuk memberikan keterangan pada pukul 10.00 WIB. Namun, mereka tidak memenuhi panggilan penyidik sehingga dilakukan penjemputan paksa.
Kejagung menilai kehadiran mereka sebagai kunci dalam mengungkap skema korupsi yang terjadi di lingkungan Pertamina Patra Niaga.
Dalam kesempatan konferensi pers, Abdul Qohar menjelaskan secara rinci peran yang dimainkan oleh Maya Kusmaya dan Edward Corne dalam praktik korupsi tersebut.
Mereka diduga berperan dalam manipulasi harga pembelian bahan bakar minyak (BBM) RON 90 atau lebih rendah, tetapi dibayar dengan harga RON 92.
Akibatnya, terjadi pembayaran impor produk kilang dengan harga yang lebih tinggi dari seharusnya, tanpa memperhitungkan kualitas barang yang dibeli.
Lebih lanjut, Qohar mengungkapkan bahwa tersangka Maya Kusmaya juga memberikan perintah serta persetujuan kepada Edward Corne untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 dengan RON 92.
Proses blending ini bertujuan untuk menghasilkan produk yang memiliki kadar oktan sesuai dengan standar RON 92.
Proses blending tersebut dilakukan di terminal atau storage milik PT Orbit Terminal Merak. Terminal ini dimiliki oleh Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), yang merupakan beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa.
Kejagung menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran serius dalam mekanisme pengadaan minyak di PT Pertamina Patra Niaga.
Proses pengolahan dan distribusi minyak yang dilakukan tidak sesuai dengan aturan pengadaan produk kilang, yang seharusnya mengikuti standar operasional dan core bisnis yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
"Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core bisnis PT Pertamina Patra Niaga," jelas Abdul Qohar.
Kasus ini menjadi salah satu sorotan dalam sektor energi nasional, mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan akibat praktik korupsi dalam tata kelola minyak. (*/Risco)